Jangan-jangan Kita Parasite

By Zulfa Rahmatina - 6:32 AM

“Syukurlah, semalam hujan,”

Apa yang salah dengan kalimat di atas? Rasanya, hampir nggak ada. Kecuali (mungkin) jika yang mengucapkan kalimat tadi adalah Mrs. Park, dan yang mendengarnya adalah Tuan Kim, sopirnya. Hujan semalam bagi keluarga Park adalah tidur berpelukan di sofa yang empuk sambil mengawasi Dasong yang sedang berkemah di halaman belakang, sedangkan bagi keluarga Tuan Kim yang tinggal di basement, hujan semalam adalah bencana banjir bandang, memilukan, dan sungguh merepotkan karena membawa mereka ke barak pengungsian.

Lalu apa Mrs. Park salah dan Tuan Kim benar? Ya ngga juga, Mrs. Park mana tahu apa yang semalam dialami Tuan Kim, dan Tuan Kim mana bisa kesal dengan Mrs. Park, toh bukan dia yang bikin rumahnya banjir. Bukan salah Mrs. Park juga kalau Tuan Kim miskin. Tapi, di scene ini ada banyak pelajaran yang bisa kuambil. Tentang pelajaran menjaga lisan, tentang empati, tentang kepekaan, tentang berlapang dada untuk semua yang sudah terjadi. Iya, semua orang punya bahagia dan lukanya masing-masing, kan?

Soal menjaga lisan–dan berlapang dada–ini kupikir memang nggak mudah. Lebih-lebih rupanya orang-orang yang kata-katanya menyakiti (atau mungkin kita sakiti karena kata-kata kita), seringkali justru orang-orang yang dekat dengan hidup dan diri kita sendiri. Kamu, pernah mengalami? Betapa sering kata-kata yang tampak biasa saja, menjadi belati jika diucapkan di momen yang tidak tepat. Betapa sering pula emosi kita bergolak hanya karena rangsangan yang juga ‘tampak biasa’ saja. Tunggu, alih-alih mengingat-ingat orang lain yang sering melakukan hal tersebut, jangan-jangan benalu itu adalah diri kita sendiri.

___



Itu baru satu scene. Ada banyak bagian dari film Parasite yang bisa diambil pelajarannya. Film asal Korea yang surprisingly tercatat sebagai pemenang Festival Film Cannes–meski ada beberapa plotholenya sih huhu (kesempurnaan hanya milik Allah). Plothole versiku misalnya ketika Dasong tiba-tiba nurut sama Jessica, ketika rumah si kaya hanya punya CCTV di luar rumah, ketika Kevin mengintip dari balik gunung, padahal sebelum itu nggak ada narasi kalau rumah si kaya bisa dilihat dari gunung. Gara-gara menang itu banyak kali loh yang kasih rating 9.8/10 sampai 10/10, menurutku mereka kesugesti aja sih karena banyak orang yang bilang gitu wkwk. Tapi lumayan seru kok. Aku belum dapat spoiler pas nonton. Cuma tahu dari baca review seorang psikolog kalau film ini bercerita soal kritik sosial di Korea tentang si kaya dan si miskin.

Plotnya memang relate banget sih sama realita sosial saat ini. Apalagi kata-kata yang nggak bisa kulupakan berhari-hari dan bikin aku tercengang itu adalah, “Baunya seperti bau Tuan Kim,” atau, “Tuan Kim punya bau khas yang bisa menembus jok hingga kursi belakang,” awalnya, Dasong yang bilang, “Tuan Kim memiliki bau yang sama dengan bau Jessica dan Kevin.” Ya. Bau itu. Bau kemiskinan. Bau keputusasaan. Bau orang-orang yang tinggal dan menaiki kereta bawah tanah.

Soal judul, aku jadi ingat manga Jepang Parasyte (Kiseijuu) yang di live action gorenya aduh bikin mual banget (di anime pun, hiks). Tapi di Parasite Korea aku nggak expect soal gore ini dong. Karena awal-awal penonton dibikin ngakak ngetawain semua pemain (serius). Aku bener-bener clueless dan telat browsing–setelah nonton, aku baru buka wiki dan dia bilang genre film ini black comedy. Di review psikolog yang kubaca sebelumnya tentu nggak ada spoiler selain terkait parodi sarkas soal si miskin mengeksploitasi si kaya yang baik hati dan naif. Jadi aku cukup terkejut karena ternyata film ini di waktu yang sama mengandung beberapa unsur seperti comedy, crime, thriller, bad parenting, politic dan umh, apa gore masuk? Silakan menonton :)

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar