Al-Qur’an Berbicara tentang Pasangan
Pembahasan paling mendasar yang ditekankan Al-Quran adalah hakikat bahwa pasangan suami dan istri berasal dari jiwa yang satu,yaitu dari Adam dan Hawa (QS. An Nisa’:1). Qur’an juga menundukkan cara pandang yang benar terhadap perspektif jahiliyah yang menyerupakan perempuan atau istri sebagai perniagaan, bahwa sebenarnya ada makna yang lebih dalam dari sekadar berasal dari jiwa yang satu, yakni bahwa pernikahan bukanlah sekadar hubungan fisik, tetapi juga hubungan dan komunikasi jiwa. Maka selazimnya suami ingin dihormati, diperhatikan, dan disayangi, istri pun juga. Apa-apa yang membuat suami tersakiti juga adalah yang membuat istri juga tersakiti.
Menikah adalah Ibadah
Tidak ada syariat Islam yang lebih nikmat dari syariat menikah. Pada umumnya, syariat yang turun bertentangan dengan hawa nafsu. Seperti subuh, ketika kita masih ingin terlelap. Dzuhur di mana kita baru saja lelah bekerja, begitu pula waktu-waktu selanjutnya. Ketika menikah, semakin terbuka lebar cara-cara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sebab karena pernikahan adalah sebuah ibadah, maka semua peran dan khidmat yang dimainkan dalam kehidupan rumah tangga juga bernilai ibadah, sekecil apapun perbuatannya.
Rasulullah Saw. bersabda, “Segala
sesuatu selain dzikrullah itu permainan dan kesia-siaan, kecuali
terhadap empat perkara; yaitu seorang suami yang mencandai istrinya, seseorang
yang melatih kudanya, seseorang yang berjalan menuju dua sasaran (dalam
permainan panah, termasuk juga dalam berlomba), dan seseorang yang berlatih
renang,” (HR. An-Nasa’i).
Perintah Takwa dalam Rumah Tangga
1) Takwamu
adalah perlakuanmu pada istrimu
Isteri-isterimu adalah (seperti)
tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu
itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk
dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan
menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. (QS.
Al-Baqarah: 223).
2) Takwamu
ada dalam baiknya sikapmu dalam menceraikannya
Dan apabila kamu menceraikan istri-istri (kamu), lalu
sampai (akhir) idahnya, maka tahanlah mereka dengan cara yang baik, atau
ceraikanlah mereka dengan cara yang baik (pula). Dan janganlah kamu tahan
mereka dengan maksud jahat untuk menzhalimi mereka. Barangsiapa melakukan
demikian, maka dia telah menzhalimi dirinya sendiri. Dan janganlah kamu jadikan
ayat-ayat Allah sebagai bahan ejekan. Ingatlah nikmat Allah kepada kamu, dan
apa yang telah diturunkan Allah kepada kamu yaitu Kitab (Al-Qur'an) dan Hikmah
(Sunnah), untuk memberi pengajaran kepadamu. Dan bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (QS. Al-Baqarah: 231).
3) Takwamu
ada dalam bersarnya perhatianmu padanya
Dan
ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin
menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian
mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula
seorang ayah (men-derita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti
itu pula. Apa-bila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan
permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika
kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu
memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
Berbagi Peran
Dikarenakan pernikahan merupakan syariat, maka
pembagian peran juga dilakukan oleh syariat. Laki-laki berperan sebagai
qowwamah, di mana di dalamnya adalah memberikan sebagian hartanya, dan wanita
berperan sebagai qoonitaat, di mana istri wajib untuk taat kepada Allah dan
suami, menjaga diri ketika suami tidak ada, dan seterusnya.
Qowwamah berasal dari qiwam, artinya makanan yang
masuk ke dalam tubuh kita dan memberikan kekuatan kita untuk bangkit. Sebuah makanan
tidak bisa masuk ke dalam tubuh kita jika makanan tersebut kasar. Contohnya tempe
utuh akan membuat kita kesakitan, berbeda jika telah kita potong-potong menjadi
kecil kemudian diolah. Laki-laki sebagai qowwam harus seperti makanan yang kita
cerna, harus lembut, luwes, dan dapat masuk ke dalam jiwa istrinya sehingga
bisa menjadi nutrisi dan bisa mengokohkan jiwa istrinya.
Menanamkan Karakter Quran Kepada Keluarga
Karakter Quran sebenarnya yang lebih tepat adalah
akhlaq Quran. Jika kita berbicara tentang akhlaq, cara kita merespon sesuatu
yang dapat pertama kali tanpa memikirkannya adalah akhlak itu sendiri.
sebagaimana hadits dari Aisyah, di mana seluruh akhlaq Rasulullah adalah akhlaq
Al Qur’an. Maknanya, semua perintah yang ada di dalam Quran dilakukan oleh
Rasulullah, dan semua larangan dijauhi serta ditinggalkannya. Maka cara
menanamkan akhlak Quran kepada keluarga adalah dengan memberikan keteladanan
(terlebih jika posisi kita sebagai suami), dan tidak ada pendidikan yang lebih
manjur dan memiliki efek yang dahsyat selain keteladanan. Kemudian cara
mengajarkan akhlaq Quran yaitu kita terbiasa mengembalikan segala
permasalahan kepada Quran. Ketika misalnya anak berbicara tentang semut,
maka kita tidak hanya berbicara dari sudut pandang sains, tetapi juga dalam
kisah-kisah yang ada di dalam ayat-ayat Quran.
0 komentar