*) if you are triggered by this post, please reach out to
trusted people, seek professional help, or contact suicide prevention hotline
Rest in love, Kazehaya-kun |
Apa itu bahagia? Bagaimana rasanya kedamaian? Siapa
yang bisa kita harapkan untuk mencintai diri kita dengan tulus? Apakah kita
benar-benar mampu meraih setiap jawaban atas pertanyaan kita? Apakah kita telah
melewati jalan yang benar, atau apakah selama ini yang dilakukan ternyata hanya
kesia-siaan? Apakah ada yang mampu mengukur betapa dalam lubang di hati kita.
Betulkah senyum itu tulus? Ada banyak kekhawatiran yang kita rasakan dalam
hidup ini. Ada beberapa kecemasan terhadap masa depan. Ada banyak pertanyaan
yang datang …
Seseorang
telah berpulang pada episode ke tiga puluh dalam hidupnya. 10 tahun sebelumnya,
ia menulis untuk dirinya sendiri di 10 tahun yang akan datang dengan sebuah
tanya. Apakah Anda menjalani hidup yang bahagia? Sudahkah memeluk erat
apa-apa yang dianggap berharga? Apapun yang terjadi, lakukan yang terbaik untuk
menghadapinya, saya akan senang dan tolong tetaplah menjadi orang yang kuat.
Seperti dia, aku, kamu, juga mereka, barangkali bisa berpulang lebih cepat,
atau mungkin beberapa tahun lebih lambat. Sekarang adalah dua hari sejak
kematian seorang artis muda dari negeri matahari terbit yang seluruh media
serentak menyatakan dies in allegedly committed suicide—aku tak tahu
bagaimana mengatakannya. Saat ini, apakah aku sungguh terpukul? I’m not a
big fan of him. Tapi, kebetulan, aku banyak menonton drama yang dia
perankan. Aku sempat mengulang menonton beberapa season live action yang dia
perankan seperti serial Bloody Monday atau Kimi ni Todoke.
Aku
benar-benar tidak pernah tertarik mencari tahu lebih dalam tentang main lead
yang juga kutonton perannya dalam drama Boku no Ita Jikan hanya karena saat itu
aku sedang benar-benar ingin tahu soal penyakit ALS. Aku bahkan baru tahu jika
banyak sumber menyebutkan bahwa dia keturunan muslim (even he’s buddhist).
Tapi, lebih dari tiga artikel yang kubaca hari ini menyebut bahwa nenek dan
ibunya adalah seorang muslim. Meski kebenarannya tidak diketahui, yang pasti
dari saat ini adalah aku sungguh baru mencari tahu hal-hal tentangnya sejak
terdapat kabar kematiannya dan banyak fakta-fakta yang kutemukan setelahnya membuatku
sungguh terperanjat. Aku menyukai banyak drama yang dia perankan tapi tidak
pernah mencari tahu tentangnya, sungguh. Tidak kulakukan seperti aku mencari
tahu mengenai seorang artis Jepang kelahiran heisei yang berada di naungan
agensi J.E, misalnya. Hingga menuliskan hal ini, perasaanku begitu buruk dan
pikiranku sekarang dipenuhi oleh banyak pertanyaan. Apa yang sebenarnya
orang-orang pikirkan? Monster seperti apa yang bersemayam di diri setiap orang?
Bagaimana cara kita bertarung dengan semua ini dan kemudian menang?
Aku
sedikit banyak mencari tahu dan mengambil beberapa kesimpulan. Di balik
senyumnya yang menyenangkan, laki-laki itu ternyata menyimpan banyak tangis. Di
balik ketenaran nama dan kesuksesan banyak drama yang ia perankan, aku tak tahu
bahwa dia sebenarnya sungguh rapuh. Sebagai laki-laki dewasa, kukira dia bahkan
tidak mampu melakukan sesuatu yang diinginkannya, ia bahkan seperti tidak kuasa
untuk melakukan hal-hal yang ia sukai dan lagi-lagi mengetahui hal ini membuat
perasaanku begitu buruk. Perasaan buruk ini tidak semakin membaik ketika kutahu
juga bahwa teman-temannya menyesalkan kepergiannya. Kenapa tidak ada waktu
untuk berbicara lebih lama, kenapa tidak mengambil istirahat sejenak dan
melanjutkan semuanya dengan hati yang baru. Seorang teman terdekatnya menyanyi
sambil menangis di hari kematiannya dalam siaran langsung. Waktu bagi mereka
seakan terhenti, mereka tidak melangkah, tapi dunia terus berlanjut.
Orang-orang masih melakukan aktivitas seperti biasanya. Jalanan tetap ramai, para
pelajar masih berkutat dengan pekerjaan sekolahnya, pusat perbelanjaan pun
tidak terganggu dengan berita ini.
Aku
hanya sungguh heran dengan apa yang kurasakan saat ini. Padahal, seharusnya depresi
bagi mahasiswa profesi psikologi sepertiku bukan menjadi sebuah terminologi
yang asing, bukan sesuatu yang jauh. Beberapa malamku pernah dihiasi dengan
tangisan seseorang yang kelelahan dengan hidupnya. Di hari lain, ada gadis muda
yang menghubungiku untuk memastikan bahwa dia baik-baik saja meski pisau telah
siap menyayat nadinya. Di hidup ini, begitu banyak luka dan semua orang bisa
mengalaminya. Kita bisa mengalami luka yang sama. Tetapi memutuskan untuk
menikmati, mengobati, atau justru merawatnya tumbuh lebih dalam adalah pilihan
kita. Berapa banyak hal yang tampak baik-baik saja bagi kita, ternyata mewujud
benalu bagi orang lain. Berapa banyak peristiwa yang menurut kita tampak bagai
sebuah batu berat yang ditindihkan pada punggung kita, rupanya tak ubahnya
potongan kapas bagi orang lain. Perasaanku saat ini sama buruknya ketika aku
mengulas bunuh diri yang dilakukan oleh seorang mahasiswa pascasarjana dari
salah satu kampus besar di negeri ini. Rasanya menyakitkan saat membaca blognya
dan mendapati dia tidak tahu apakah masih mengalami depresi atau tidak. “Ingin
aku katakan kalau aku sudah tidak lagi merasakan depresi. Aku sudah tidak
merasa sesedih April 2018 lalu. Namun, bagaimana aku bisa tahu? bagaimana bisa tahu
nanti malam, atau besok, atau lusa, aku tidak akan melompat dari gedung atau
menggantung diri atau memutus nadi. Bagaimana aku bisa tahu? Aku tidak tahu,”
tulisnya.
Depresi
Sebagaimana
yang kupelajari, depresi secara sederhana merupakan suatu gangguan mood atau
suatu kondisi medis berupa perasaan sedih yang berdampak negatif terhadap
pikiran, perasaaan, dan kesehatan mental seseorang. Jika dikaitkan dengan
gangguan mental lain, depresi dapat menjadi gejala dari gangguan kejiwaan
seperti gangguan depresi mayor dan distimia. Seseorang dalam kondisi depresi
umumnya mengalami perasaan sedih, cemas, atau kosong; mereka juga cenderung
merasa terjebak dalam kondisi yang tidak ada harapan, tidak ada pertolongan,
penuh penolakan, atau perasaan tidak berharga. Gejala-gejala lain yang mungkin
muncul adalah perasaan bersedih, mudah tersinggung, atau kemarahan. Lebih jauh,
individu yang mengalami depresi juga dapat merasa malu atau gelisah. Selain
perubahan suasana hati, individu dengan gejala depresi cenderung kehilangan
minat untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang sebelumnya dia anggap
menyenangkan; kehilangan nafsu makan atau sebaliknya, makan dengan porsi
berlebih. Penderita, terkadang juga kesulitan berkonsentrasi, mengingat
detail-detail umum, membuat keputusan, atau mengalami kesulitan dalam
berhubungan dengan orang lain. pengalaman-pengalaman ini dapat mendorong individu
untuk mencoba bunuh diri.
Faktor
Depresi
Ada begitu
banyak hal yang dapat menjadi penyebab bagi depresi. Hanya, belum ada penyebab
pasti dari depresi karena biasanya, penyebab depresi merupakan hasil kombinasi
dari berbagai faktor kompleks seperti faktor psikologis karena tekanan beban
psikis, faktor sosio-lingkungan karena kehilangan orang yang disayang,
kehilangan pekerjaan, pasca bencana, pola makan buruk, mengidap penyakit
kronis, trauma psikis, memendam emosi, hingga penyalahgunaan obat. Faktor
biologis juga mempunyai peran dalam menyebabkan depresi. Ketidakseimbangan
neurotransmitter di otak, terutama kadar serotonin yang tidak mencukupi, memiliki
pengaruh terhadap suasana hati yang mengarah pada cemas, stres, juga depresi.
Selain itu, terdapat pula pengaruh genetik. Memiliki orang tua atau saudara
kandung pengidap depresi dapat meningkatkan risiko seseorang juga mengalami
depresi. Di lain penelitian, jenis kelamin turut disebut sebagai faktor
penyebab depresi. Wanita dua kali lipat lebih mudah terkena depresi karena
perubahan hormon yang terjadi selama hidupnya. Seperti saat menstruasi (PMDD),
kehamilan, melahirkan (depresi pasca melahirkan), dan perimenopause. Biasanya,
risiko depresi pada wanita akan menurun setelah lewat usia menopause. Tapi di
beberapa penelitian, ternyata pria lebih rentan mengalami depresi dibanding
wanita. Salah satu alasannya adalah ketika mengalami tekanan, pria tidak
berusaha mencari pengobatan dan menganggap depresi sebagai kelemahan. Pun
ketika melakukan percobaan (bunuh diri), wanita mempunyai jejaring support yang
lebih banyak, sedangkan laki-laki cenderung menelan emosinya.
Diagnosa
dan Pengobatan
Tidak
mudah melabeli depresi dan diagnosanya hanya bisa muncul jika seseorang telah
melewati beberapa tahap pemeriksaan. Jika seseorang di sekitar kita mengalami
ketidakstabilan emosi, akan lebih baik jika kita mengarahkannya pada
psikolog/psikiater/diberi pendekatan dan dukungan secara pribadi. Cara
mengatasi depresi pun berbeda-beda sesuai dengan kondisi individu bersangkutan.
Tetapi, penyembuhan bisa didapatkan dari penggabungan antara farmakoterapi dan
psikoterapi atau konseling. Dukungan dari orang-orang terdekat serta dukungan
spiritual juga sangat membantu dalam penyembuhan.
Apa yang
kita cari dalam hidup ini? Semakin dewasa, lingkaran pertemanan kita rasanya
semakin sempit. Dulu, melepas seragam dan berganti baju untuk bermain bersama
teman sepulang sekolah adalah hal yang ditunggu-tunggu. Waktu begitu cepat
ketika kita melakukan hal-hal yang menyenangkan. Meneriakkan yel-yel kelompok,
mengulurkan tali temali, atau menerbangkan layang-layang hingga nyaring adzan
dari surau berkumandang, adalah beberapa hal sederhana yang cukup membuat hati
kembang. Sekarang,
semua terasa berbeda. Kesenangan menjadi sebuah barang langka.
Di perjalanan,
deret-deret mobil berkejaran menjadi yang paling lesat. Di pekerjaan, para
pegawai saling berlomba ingin segera naik pangkat. Di pertemanan, capaian
kehidupan juga seperti menentukan kedudukan tingkat. Rasanya, berhubungan
dengan orang menjadi hal yang menjemukan. Relasi boleh jadi bertambah ragam,
tapi di luar kepentingan, orang-orang yang mau mengerti dan memahami bahkan
mungkin saja tidak sebanyak hitungan jari tangan. Kita susah payah mengejar
standar orang lain, padahal bukan begitu cara hidup berjalan. Di hidup ini, ada
hal-hal yang sekeras apapun kita upayakan, tidak akan pernah tergapai. Ada juga
hal-hal yang tidak kita kejar, justru bertubi-tubi datang. Kita mudah tenggelam
oleh kesedihan dan kewalahan menanganinya.
Seperti
iman, kondisi mental kita juga punya naik dan turunnya. Kita tidak bisa selalu
berada dalam kondisi yang oke, kita pun tidak terus menerus berada di kondisi
yang tidak oke—dan memang sewajarnya begitu. Kesejahteraan psikologis tidak
mengharuskan kita merasa baik sepanjang waktu. Pengalaman menyakitkan seperti
kekecewaan, kegagalan, maupun duka cita adalah bagian normal dari kehidupan, dan
mampu mengatur emosi-emosi tersebut merupakan hal penting untuk kesejahteraan
diri kita dalam jangka waktu yang panjang.
Depresi
begitu nyata dan sangat menakutkan. Jika tidak bisa jadi sebab bagi kebahagiaan
orang lain, tolong jangan jadi alasan untuk kesedihannya. No more depression
please. Being alive is such a lovely and wonderful thing. So just take a good
rest if you’re tired, love yourself both physically and mentally. Please be
strong, you’re not alone and you’re loved. Let’s live fully healthy and happy
♥
0 komentar