Episode 30: Jiwa yang Koyak

By Zulfa Rahmatina - 9:13 AM

*) if you are triggered by this post, please reach out to trusted people, seek professional help, or contact suicide prevention hotline

Rest in love, Kazehaya-kun

Apa itu bahagia? Bagaimana rasanya kedamaian? Siapa yang bisa kita harapkan untuk mencintai diri kita dengan tulus? Apakah kita benar-benar mampu meraih setiap jawaban atas pertanyaan kita? Apakah kita telah melewati jalan yang benar, atau apakah selama ini yang dilakukan ternyata hanya kesia-siaan? Apakah ada yang mampu mengukur betapa dalam lubang di hati kita. Betulkah senyum itu tulus? Ada banyak kekhawatiran yang kita rasakan dalam hidup ini. Ada beberapa kecemasan terhadap masa depan. Ada banyak pertanyaan yang datang …

Seseorang telah berpulang pada episode ke tiga puluh dalam hidupnya. 10 tahun sebelumnya, ia menulis untuk dirinya sendiri di 10 tahun yang akan datang dengan sebuah tanya. Apakah Anda menjalani hidup yang bahagia? Sudahkah memeluk erat apa-apa yang dianggap berharga? Apapun yang terjadi, lakukan yang terbaik untuk menghadapinya, saya akan senang dan tolong tetaplah menjadi orang yang kuat. Seperti dia, aku, kamu, juga mereka, barangkali bisa berpulang lebih cepat, atau mungkin beberapa tahun lebih lambat. Sekarang adalah dua hari sejak kematian seorang artis muda dari negeri matahari terbit yang seluruh media serentak menyatakan dies in allegedly committed suicide—aku tak tahu bagaimana mengatakannya. Saat ini, apakah aku sungguh terpukul? I’m not a big fan of him. Tapi, kebetulan, aku banyak menonton drama yang dia perankan. Aku sempat mengulang menonton beberapa season live action yang dia perankan seperti serial Bloody Monday atau Kimi ni Todoke.

Aku benar-benar tidak pernah tertarik mencari tahu lebih dalam tentang main lead yang juga kutonton perannya dalam drama Boku no Ita Jikan hanya karena saat itu aku sedang benar-benar ingin tahu soal penyakit ALS. Aku bahkan baru tahu jika banyak sumber menyebutkan bahwa dia keturunan muslim (even he’s buddhist). Tapi, lebih dari tiga artikel yang kubaca hari ini menyebut bahwa nenek dan ibunya adalah seorang muslim. Meski kebenarannya tidak diketahui, yang pasti dari saat ini adalah aku sungguh baru mencari tahu hal-hal tentangnya sejak terdapat kabar kematiannya dan banyak fakta-fakta yang kutemukan setelahnya membuatku sungguh terperanjat. Aku menyukai banyak drama yang dia perankan tapi tidak pernah mencari tahu tentangnya, sungguh. Tidak kulakukan seperti aku mencari tahu mengenai seorang artis Jepang kelahiran heisei yang berada di naungan agensi J.E, misalnya. Hingga menuliskan hal ini, perasaanku begitu buruk dan pikiranku sekarang dipenuhi oleh banyak pertanyaan. Apa yang sebenarnya orang-orang pikirkan? Monster seperti apa yang bersemayam di diri setiap orang? Bagaimana cara kita bertarung dengan semua ini dan kemudian menang?

Aku sedikit banyak mencari tahu dan mengambil beberapa kesimpulan. Di balik senyumnya yang menyenangkan, laki-laki itu ternyata menyimpan banyak tangis. Di balik ketenaran nama dan kesuksesan banyak drama yang ia perankan, aku tak tahu bahwa dia sebenarnya sungguh rapuh. Sebagai laki-laki dewasa, kukira dia bahkan tidak mampu melakukan sesuatu yang diinginkannya, ia bahkan seperti tidak kuasa untuk melakukan hal-hal yang ia sukai dan lagi-lagi mengetahui hal ini membuat perasaanku begitu buruk. Perasaan buruk ini tidak semakin membaik ketika kutahu juga bahwa teman-temannya menyesalkan kepergiannya. Kenapa tidak ada waktu untuk berbicara lebih lama, kenapa tidak mengambil istirahat sejenak dan melanjutkan semuanya dengan hati yang baru. Seorang teman terdekatnya menyanyi sambil menangis di hari kematiannya dalam siaran langsung. Waktu bagi mereka seakan terhenti, mereka tidak melangkah, tapi dunia terus berlanjut. Orang-orang masih melakukan aktivitas seperti biasanya. Jalanan tetap ramai, para pelajar masih berkutat dengan pekerjaan sekolahnya, pusat perbelanjaan pun tidak terganggu dengan berita ini.

Aku hanya sungguh heran dengan apa yang kurasakan saat ini. Padahal, seharusnya depresi bagi mahasiswa profesi psikologi sepertiku bukan menjadi sebuah terminologi yang asing, bukan sesuatu yang jauh. Beberapa malamku pernah dihiasi dengan tangisan seseorang yang kelelahan dengan hidupnya. Di hari lain, ada gadis muda yang menghubungiku untuk memastikan bahwa dia baik-baik saja meski pisau telah siap menyayat nadinya. Di hidup ini, begitu banyak luka dan semua orang bisa mengalaminya. Kita bisa mengalami luka yang sama. Tetapi memutuskan untuk menikmati, mengobati, atau justru merawatnya tumbuh lebih dalam adalah pilihan kita. Berapa banyak hal yang tampak baik-baik saja bagi kita, ternyata mewujud benalu bagi orang lain. Berapa banyak peristiwa yang menurut kita tampak bagai sebuah batu berat yang ditindihkan pada punggung kita, rupanya tak ubahnya potongan kapas bagi orang lain. Perasaanku saat ini sama buruknya ketika aku mengulas bunuh diri yang dilakukan oleh seorang mahasiswa pascasarjana dari salah satu kampus besar di negeri ini. Rasanya menyakitkan saat membaca blognya dan mendapati dia tidak tahu apakah masih mengalami depresi atau tidak. “Ingin aku katakan kalau aku sudah tidak lagi merasakan depresi. Aku sudah tidak merasa sesedih April 2018 lalu. Namun, bagaimana aku bisa tahu? bagaimana bisa tahu nanti malam, atau besok, atau lusa, aku tidak akan melompat dari gedung atau menggantung diri atau memutus nadi. Bagaimana aku bisa tahu? Aku tidak tahu,” tulisnya.  

Depresi
Sebagaimana yang kupelajari, depresi secara sederhana merupakan suatu gangguan mood atau suatu kondisi medis berupa perasaan sedih yang berdampak negatif terhadap pikiran, perasaaan, dan kesehatan mental seseorang. Jika dikaitkan dengan gangguan mental lain, depresi dapat menjadi gejala dari gangguan kejiwaan seperti gangguan depresi mayor dan distimia. Seseorang dalam kondisi depresi umumnya mengalami perasaan sedih, cemas, atau kosong; mereka juga cenderung merasa terjebak dalam kondisi yang tidak ada harapan, tidak ada pertolongan, penuh penolakan, atau perasaan tidak berharga. Gejala-gejala lain yang mungkin muncul adalah perasaan bersedih, mudah tersinggung, atau kemarahan. Lebih jauh, individu yang mengalami depresi juga dapat merasa malu atau gelisah. Selain perubahan suasana hati, individu dengan gejala depresi cenderung kehilangan minat untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang sebelumnya dia anggap menyenangkan; kehilangan nafsu makan atau sebaliknya, makan dengan porsi berlebih. Penderita, terkadang juga kesulitan berkonsentrasi, mengingat detail-detail umum, membuat keputusan, atau mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain. pengalaman-pengalaman ini dapat mendorong individu untuk mencoba bunuh diri.

Faktor Depresi
Ada begitu banyak hal yang dapat menjadi penyebab bagi depresi. Hanya, belum ada penyebab pasti dari depresi karena biasanya, penyebab depresi merupakan hasil kombinasi dari berbagai faktor kompleks seperti faktor psikologis karena tekanan beban psikis, faktor sosio-lingkungan karena kehilangan orang yang disayang, kehilangan pekerjaan, pasca bencana, pola makan buruk, mengidap penyakit kronis, trauma psikis, memendam emosi, hingga penyalahgunaan obat. Faktor biologis juga mempunyai peran dalam menyebabkan depresi. Ketidakseimbangan neurotransmitter di otak, terutama kadar serotonin yang tidak mencukupi, memiliki pengaruh terhadap suasana hati yang mengarah pada cemas, stres, juga depresi. Selain itu, terdapat pula pengaruh genetik. Memiliki orang tua atau saudara kandung pengidap depresi dapat meningkatkan risiko seseorang juga mengalami depresi. Di lain penelitian, jenis kelamin turut disebut sebagai faktor penyebab depresi. Wanita dua kali lipat lebih mudah terkena depresi karena perubahan hormon yang terjadi selama hidupnya. Seperti saat menstruasi (PMDD), kehamilan, melahirkan (depresi pasca melahirkan), dan perimenopause. Biasanya, risiko depresi pada wanita akan menurun setelah lewat usia menopause. Tapi di beberapa penelitian, ternyata pria lebih rentan mengalami depresi dibanding wanita. Salah satu alasannya adalah ketika mengalami tekanan, pria tidak berusaha mencari pengobatan dan menganggap depresi sebagai kelemahan. Pun ketika melakukan percobaan (bunuh diri), wanita mempunyai jejaring support yang lebih banyak, sedangkan laki-laki cenderung menelan emosinya.

Diagnosa dan Pengobatan
Tidak mudah melabeli depresi dan diagnosanya hanya bisa muncul jika seseorang telah melewati beberapa tahap pemeriksaan. Jika seseorang di sekitar kita mengalami ketidakstabilan emosi, akan lebih baik jika kita mengarahkannya pada psikolog/psikiater/diberi pendekatan dan dukungan secara pribadi. Cara mengatasi depresi pun berbeda-beda sesuai dengan kondisi individu bersangkutan. Tetapi, penyembuhan bisa didapatkan dari penggabungan antara farmakoterapi dan psikoterapi atau konseling. Dukungan dari orang-orang terdekat serta dukungan spiritual juga sangat membantu dalam penyembuhan.

Apa yang kita cari dalam hidup ini? Semakin dewasa, lingkaran pertemanan kita rasanya semakin sempit. Dulu, melepas seragam dan berganti baju untuk bermain bersama teman sepulang sekolah adalah hal yang ditunggu-tunggu. Waktu begitu cepat ketika kita melakukan hal-hal yang menyenangkan. Meneriakkan yel-yel kelompok, mengulurkan tali temali, atau menerbangkan layang-layang hingga nyaring adzan dari surau berkumandang, adalah beberapa hal sederhana yang cukup membuat hati kembang. Sekarang, semua terasa berbeda. Kesenangan menjadi sebuah barang langka. 

Di perjalanan, deret-deret mobil berkejaran menjadi yang paling lesat. Di pekerjaan, para pegawai saling berlomba ingin segera naik pangkat. Di pertemanan, capaian kehidupan juga seperti menentukan kedudukan tingkat. Rasanya, berhubungan dengan orang menjadi hal yang menjemukan. Relasi boleh jadi bertambah ragam, tapi di luar kepentingan, orang-orang yang mau mengerti dan memahami bahkan mungkin saja tidak sebanyak hitungan jari tangan. Kita susah payah mengejar standar orang lain, padahal bukan begitu cara hidup berjalan. Di hidup ini, ada hal-hal yang sekeras apapun kita upayakan, tidak akan pernah tergapai. Ada juga hal-hal yang tidak kita kejar, justru bertubi-tubi datang. Kita mudah tenggelam oleh kesedihan dan kewalahan menanganinya.

Seperti iman, kondisi mental kita juga punya naik dan turunnya. Kita tidak bisa selalu berada dalam kondisi yang oke, kita pun tidak terus menerus berada di kondisi yang tidak oke—dan memang sewajarnya begitu. Kesejahteraan psikologis tidak mengharuskan kita merasa baik sepanjang waktu. Pengalaman menyakitkan seperti kekecewaan, kegagalan, maupun duka cita adalah bagian normal dari kehidupan, dan mampu mengatur emosi-emosi tersebut merupakan hal penting untuk kesejahteraan diri kita dalam jangka waktu yang panjang.

Depresi begitu nyata dan sangat menakutkan. Jika tidak bisa jadi sebab bagi kebahagiaan orang lain, tolong jangan jadi alasan untuk kesedihannya. No more depression please. Being alive is such a lovely and wonderful thing. So just take a good rest if you’re tired, love yourself both physically and mentally. Please be strong, you’re not alone and you’re loved. Let’s live fully healthy and happy

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar