A thousand years ago, one boy with a dream of becoming a great warrior is abducted with his sister and taken to a land far away from home. Thrown into a world where greed and injustice rule all, Bilal finds the courage to raise his voice and make a change. Inspired by true events, this is a story of a real hero who earned his remembrance in time and history
Poster Film Bilal: A New Breed of Hero |
Ba’da tahmid, semoga
Allah mengampuni kekhilafan yang menyertai tulisan ini. Baru saja menuntaskan
menonton film animasi dengan durasi terpanjang pertama dari Uni Emirat Arab
(UEA), Bilal: A New Breed of Hero. Film ini saya dengar dari adik laki-laki
saya yang saat ini berada di pesantren Al Mukmin Ngruki. Ceritanya, Sabtu kemarin kami
sekeluarga menginap di pesantren dan saya sengaja membawa laptop untuk dia
mainkan. Lekaslah Nabil, adik saya, mencari film Bilal dan mendownloadnya. “Daripada nonton Dilan,”
katanya “aku sudah nonton, waktu itu diputerin Ustadz.”
Menunggu Ummi
membersihkan diri, saya dan Abi menontonnya secara daring sembari menunggu
proses mengunduh selesai. Kadang kami tertawa karena adegan lucu yang
ditampilkan pada masa kanak-kanak Bilal. Lalu kami tercekat ketika Bilal dan
Ghufaira harus terpisah dari ibunya dan kemudian menjadi budak Umayyah, serta
diganggu anaknya, Shafwan. Selesai. Belum ada seperempat kisah. Ummi datang dan kami pergi ke Arofah untuk
melihat-lihat buku dan membeli beberapa setel koko untuk Nabil.
Sore ini setelah
menuntaskannya, saya diliputi keharuan yang menyeruak. Saya misalnya, ingin berteriak saat sosok gagah
Hamzah muncul dengan kuda dan pedangnya. Saat Saad ibn Abi Waqqash lincah
dengan anak panahnya. Saat Abu Bakr Ash Shiddiq mampu membungkam Umayyah yang
sewenang-wenang. Saat Hamzah mengajari Bilal menggunakan pedang. Saat peristiwa
hijrah. Saat Badar. Terlalu banyak adegan heroik yang membuat saya
berdebar-debar, dan dada saya diliputi dengan kegembiraan dan kebanggaan.
Saya pikir, tak banyak
yang bisa saya ceritakan dari film. Menilik dari judul film, tentu kita tahu ia
berkisah tentang kehidupan Bilal ibn Rabah, seorang budak yang kemudian memeluk
Islam dan menjadi muadzin pertama. Jangan terburu-buru sampai pada hadits
mengenai terompah Bilal yang terdengar oleh penduduk langit. Bagi yang sudah masyhur
dengan kisahnya, tentu akan hafal episode hidup saat Bilal disiksa dan ditindih
batu oleh tuannya, juga saat akhirnya Abu Bakr Ash Shiddiq menebusnya.
Selesai menonton, iseng-iseng mengecek trailer di YouTube, saya mendapati Bilal dialihbahasakan menjadi bahasa Inggris—atau versi yang saya tonton yang dialihbahasakan? Padahal, jelas-jelas saya menontonnya dengan dubbing Arab fushah yang menyenangkan sekali untuk merecall mufrodat Arab yang tertimbun lama di kepala saya. Saya lebih terkejut ketika melihat ulasan yang memaparkan bahwa film ini menuai kontroversi. Lebih-lebih pada media yang berkata bahwa Bilal: A New Breed of Hero membawa misi liberal dan sekulerisme. Oh wait, are you serious?
Selesai menonton, iseng-iseng mengecek trailer di YouTube, saya mendapati Bilal dialihbahasakan menjadi bahasa Inggris—atau versi yang saya tonton yang dialihbahasakan? Padahal, jelas-jelas saya menontonnya dengan dubbing Arab fushah yang menyenangkan sekali untuk merecall mufrodat Arab yang tertimbun lama di kepala saya. Saya lebih terkejut ketika melihat ulasan yang memaparkan bahwa film ini menuai kontroversi. Lebih-lebih pada media yang berkata bahwa Bilal: A New Breed of Hero membawa misi liberal dan sekulerisme. Oh wait, are you serious?
Meski baru dirilis di AS, film dengan format 3D dan
disutradarai Ayman Jamal dan Khurram H Alavi ini sebenarnya merupakan film lama
karena tayang perdananya (premier) dilakukan di Festival Film Internasional
Tahunan ke-12 pada 9 Desember 2015, dan kemudian, pada 8 September 2016, dirilis
di seluruh wilayah MENA (Timur Tengah dan Afrika Utara). Awal Februari 2018,
sebuah film animasi hasil produksi Barajoun Entertainment mulai meluncur di
bioskop-bioskop Amerika, kemudian masuk Eropa dan kini telah masuk Indonesia.
Bilal juga kabarnya mendapat berbagai macam penghargaan seperti memenangkan kategori “The Best Inspiring Movie” saat disertakan dalam Festival Film Cannes, dan meraih “Film Inovatif Terbaik” versi BroadCast Pro Middle East Award. Film yang markas studio pembuatannya berada di Dubai, Arab Saudi, ini juga dinominasikan untuk kategori “Best Animated Feature Film” di ajang Asia Pacific Screen Awards atau APSA.
Bilal juga kabarnya mendapat berbagai macam penghargaan seperti memenangkan kategori “The Best Inspiring Movie” saat disertakan dalam Festival Film Cannes, dan meraih “Film Inovatif Terbaik” versi BroadCast Pro Middle East Award. Film yang markas studio pembuatannya berada di Dubai, Arab Saudi, ini juga dinominasikan untuk kategori “Best Animated Feature Film” di ajang Asia Pacific Screen Awards atau APSA.
Lalu,
apa yang membuat Harian Umum mengatakan Bilal adalah film dengan misi liberal
dan sekularisme? Mari kita simak dan lihat faktanya.
Menurut
muslimmatters.com, film ini tidak menggambarkan kehidupan Bilal yang
sesungguhnya, bahkan cenderung hanya menjadi sebuah kisah yang terinspirasi
oleh cuplikan sejarah dalam kehidupan sahabat Rasulullah SAW itu, namun tetap
dengan menggunakan namanya.
“Pertama
kali saya melihat trailer film Bilal: A New Breed of Hero, saya merasakan
adanya kombinasi kegembiraan dan rasa ingin tahu tentang film ini, dan saya ingin menontonnya,” tulis Zeena Alkurdi,
reporter muslimmatters.com yang mengulas film itu, seperti dikutip harianumum.com,
Kamis (8/2/2018). Ia mengakui, setelah menonton film itu ia merasakan ada
kebingungan atas alur cerita film itu, karena selain berbeda dengan kisah Bilal
yang sesungguhnya, film ini juga tidak Islami dan terkesan mengusung misi
sekular dan liberal.
Sumber
referensi yang lain bahkan menyebut sedikitnya ada enam hal yang membuat kisah
di film ini tidak sesuai kisah kehidupan Bilal yang sesungguhnya.
Berikut
keenam hal tersebut:
1.
Bilal Bin Rabah adalah Sahabat Rasulullah SAW yang terkenal memiliki suara azan
yang merdu, namun di film ini Bilal sama sekali tidak mengumandangkan Azan. (Tidak benar, saya sekali mendengar
cuplikan adzan dan di akhir film Adzan dilantunkan hingga akhir)
2.
Sepanjang alur film nama Allah dan Rasulullah SAW sama sekali tidak
disebut-sebut padahal Bilal adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW yang paling dekat. Bahkan saat
Bilal masih hidup, Allah sudah menjaminnya akan masuk surga. (Seusai menonton, saya mendapati karakter Abu Bakr
Ash Shiddiq beberapa kali menyebut kata Rasulullah. Tidak cukup kah?)
3.
Saat adegan penyiksaan dimana Bilal ditindih dengan batu, Bilal mengucapkan
"I want a freedom (aku ingin kebebasan", padahal dalam kisah
sesungguhnya Bilal mengucapkan "Ahad, Ahad, Ahad" yang merupakan
kalimat tauhid yang mengakui keesaan Allah SWT. (Kembali lagi, saya menonton Bilal versi bahasa Arab fushah, dan saya
berkali-kali memutar adegan Bilal saat mengucapkan kata-kata cintanya yang
masyhur, “Ahadun, Ahad,” dengan berkaca-kaca :’) wallah)
4.
Malaikat digambarkan seperti sosok kuda putih
5.
Adik bilal yang wanita tidak berhijab, berpakaian terbuka, penuh aksesoris dan
ber-make up (Benar, tapi tidak seberlebihan itu. Fakta lain, di film Bilal
tidak diceritakan seorang pun muslimah/shahabiyah lain. Saya pikir karena animasi ini fokus pada Bilal)
6.
Pada film ini terdapat slogan yang dicurigai mengusung misi liberal dan
sekular. Slogan itu diucapkan ibu Bilal: "Being a great man is living
whithout a chain (Menjadi orang besar artinya hidup tanpa ikatan)". (Please, maksudnya apa? Bukankah memang masing-masingnya
kita adalah hamba yang merdeka?)
Kesempurnaan hanya
milik Allah. Sejarah pun memiliki sumber yang berbeda-beda setiap muaranya. Tetapi
Ayman Jamal membuat animasi ini atas keresahannya mengenai pahlawan Islam dalam benak
kanak-kanak muslim kita. Padahal konon, penelitian yang dikepalai oleh psikolog
sosial David McCleland mengungkap bahwa etos sebuah bangsa tergantung pada
cerita yang merasuki alam khayal kanak-kanak. Maka negeri yang amat subur
dengan korupsi, menurut Salim A Fillah dalam Lapis-Lapis Keberkahannya, amat
berhajat mengganti si kancil yang suka mencuri, pandai menipu dan hebat tak
terkalahkan dengan sosok nyata yang meraksasa di langit sejarah. Maka negeri
yang tercandu luncahnya pornografi mungkin sudah saatnya mengganti Jaka Tarub
yang mengintip bidadari mandi dengan kisah kehormatan dan kesucian yang
terpuji.
Dilansir dari
Shaliha.id kepada IBTimes UK, Ayman mengatakan, “Saya menyadari bahwa kita
kekurangan film animasi tentang jagoan yang berasal dari budaya kita sendiri.
Suatu hari saya melihat anak saya berlari mengenakan kostum dan pura-pura
menjadi tokoh fiksi. Saya ingin ia terinspirasi oleh tokoh panutan sungguhan.
Saat saya memikirkannya, saya tak dapat menemukannya. Dari situlah ide film
Bilal dimulai.”
Bilal untuk animasi biografi mungkin memang tidak terlalu dalam menampilkan bagaimana latar belakang keluarga, bahkan dari mana Bilal berasal. Beberapa kalangan yang meresensi film ini juga mengatakan nilai-nilai Islam akan lebih baik jika dipaparkan dalam porsi yang lebih banyak. Akan tetapi jika atas dasar menumbuhkan kembali kebanggaan pada tokoh Muslim Ayman mengawali filmnya, ia berhasil. Setidaknya untuk saya. Mungkin untuk mangsa muslim lainnya yang memang saya rasa disasar animasi ini. Muslim yang, tentunya, telah mengenal Bilal. Adapun untuk pasar nonmuslim, sepertinya porsi nilai-nilai Islam itu telah dipertimbangkan matang-matang. Dalam hal ini, Ayman berhasil
menyuburkan bibit kecintaan saya kepada para sahabat. Terlepas dari komentar negatif
yang juga muncul dari balik hujan pujian, Bilal: A New Breed of Hero kembali
menyadarkan saya bahwa ada manusia-manusia agung yang diabadikan oleh zaman,
dikenal penduduk langit, sebab keimanan mereka yang murni dan semerbak aliran manfaat
yang tiada putus-putusnya. Selain tampilan visual yang menarik, semoga film
semacam ini tidak lantas menjadi dalih bagi kita untuk malas membeli dan
membaca kitab-kitab siroh, ya! :')
10 komentar
Ini review yang sangat apik mbak. Saya senang melihat ada pembelaan di sini, dan saya juga merasakan keresahan yang sama ketika film ini ditonton dalam dubbing bahasa inggris, memang lebih baik dalam versi Arab.
ReplyDeleteSekali lagi tulisan ini sangat bermanfaat, dijelaskan sepenuh hati, ditutup dengan pesan untuk melanjutkan bacaan siroh.
Salam, terima kasih sudah membaca tulisan saya Mbak. Mohon dimaafkan jika ada khilaf dalam resensi ini. Menyenangkan sekali menemukan komentar Mbak di sini. Semoga menjadi pelecut bagi saya untuk terus menulis :)
DeleteSebelum puasa tahun ini, saya sudah menamatkan film nya mba. Cuman baru bisa posting review hari ini. Jika berkenan, silahkan kunjungi https://yunita-kusumawardani.blogspot.com/2018/06/review-film-bilal-new-breed-of-hero.html
DeleteTerimakasih mba
Assalaamu'alaikum. Saat ini saya belum menemukan Link Bilal yang berbahasa Arab,boleh minta link-nya? Syukron
ReplyDeleteWa'alaikumussalam, maaf baru balas https://indoxx1.kim/movie/download-full-movie-bilal-a-new-breed-of-hero-74q6/play
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteBismillahirrahmanirrahiim..
ReplyDeleteAssalamhalaikum kak zulfa, tulisan yang bagus.. Mau kasih like tapi sptnya gak ada tombol like yah disini hehe :D Satu hal, saya juga baca nih ulasan2 negatif ttg film ini.. Salah satunya yg mengenai minimnya disebutkannya Rasulullah Muhammad. Sebenarnya saya justru lebih condong ke sisi yang mendukung hal ini. Karena bagaimanapun ya, film ini kan dibuat utamanya to entertain jadi ye mesti ada dramatisasi. Nah saya kira dg diminimalkannya oenyebutan nama Baginda Rasulullah Muhammad ini semacam usaha utk menjaga ke'sakral'an gitu lho. Wallahu a'lam. :)
Wa'alaikumussalaam, terima kasih sudah membaca :)
DeleteBenar, saya juga berpikir tentu hal tsbt sudah dipertimbangkan matang-matang apalagi kalau menyangkut segmentasi sasaran kan? wallahu a'lam.
Kak,link nya yang dubbing Arab ada?kok aku buka bahasa Inggris....
ReplyDeleteSyukron
Link Bilal dubbing Arab: https://idxx1.cam/movie/bilal-a-new-breed-of-hero-2016-subtitle-indonesia-74q6/play
ReplyDelete