Mencintai Kebaikan

By Zulfa Rahmatina - 10:46 AM

Pernah tidak, kamu memutuskan sesuatu atas pertimbangan teman atau lingkungan? Entah sesepele memutuskan barang apa yang harus kamu beli, apakah harus mengambil studi lanjut, atau sosok pasangan seperti apa yang sebaiknya kamu bersamai. Jika tidak, mungkin kamu pernah menonton pertandingan sepak bola dan menjadi supporter bagi salah satu timnya? Mungkin, kamu juga sering mengikuti suatu demonstrasi dan memperjuangkan suatu perkara? Atau barangkali, saat ini kamu tengah tergabung dalam suatu komunitas, menyusun bersama-sama program kerja, lalu bersama-sama pula berusaha merealisasikannya?

Kumpulan orang banyak dalam waktu, tempat, dan tujuan yang sama serta bersifat sementara dikenal dengan massa. Dalam literatur psikologi, massa merupakan salah satu bentuk kolektivisme atau kebersamaan. Massa juga memunculkan sebuah perilaku kolektif sebagai bentuk dari perilaku kelompok. Gustave Le Bon seorang ahli perilaku massa mengatakan bahwa massa memiliki sifat-sifat psikologis. Menurutnya, seseorang yang terlibat dalam massa cenderung kehilangan kepribadian yang sadar dan rasional, juga melakukan tindakan kasar dan irasional yang berlawanan dengan kebiasaan. Hal ini karena massa diyakininya memiliki sifat yang lebih impulsif, mudah tersinggung, ingin bertindak dengan segera dan nyata, kurang rasional, lebih mudah dipengaruhi, dan lebih mudah mengimitasi. Massa dapat bertindak secara primitif dan tidak rasional karena individu yang menjadi bagian dari massa sikap serta tindakannya dipengaruhi oleh massa yang hadir.

Ketika berada dalam massa, besar kemungkinan kita akan kehilangan jati diri kita. Diri kita sering melebur bersama pusaran yang melingkupi kita. Terlebih, jika dilihat dalam sudut pandang maladaptif, eskalasi perilaku negatif seringnya akan menjadi sebuah epidemi. Benar, pusaran energi akan cepat menular. Kita dapat dengan mudah mengikuti arus massa yang bergerak di sekitar kita. Jika dilihat dari ilmu fisika terhadap suatu objek saling membentur, gerak benda pertama akan melambat, dan momentum benda kedua akan meningkat. Pada peristiwa tersebut, terjadi sebuah hukum kekekalan energi. Hukum kekekalan energi menyatakan bahwa energi tidak pernah dapat dimusnahkan. Sehingga untuk memenuhi hukum kekekalan energi, jumlah energi yang dikeluarkan oleh objek pertama harus setara dengan jumlah energi yang diterima oleh objek kedua, begitulah energi melakukan sinergi. Keduanya tidak saling memusnahkan, tetapi menghasilkan perkalan energi yang berkali-kali lipat.

Dari sudut pandang beberapa tokoh, terminologi massa cenderung dianggap memiliki energi yang negatif. Padahal, Gustave Le Bon juga yang menambahkan bahwa dalam massa terdapat hukum bernama law mental unity, yang menerangkan bahwa massa merupakan kesatuan pikiran dan jiwa. Jika diarahkan pada hal-hal baik, bukan tidak mungkin massa akan dapat membangun secara konstruktif, mendorong untuk melakukan perbuatan adaptif, dan memiliki sifat-sifat positif seperti rela berkorban dan suka membantu. Sebagaimana keburukan, kebaikan juga sering diserupakan dengan hukum kekekalan energi. Ia tak pernah hilang, hanya berpindah ke wujud yang lain.

Betapa banyak kisah-kisah para pahlawan yang meraksasa di langit sejarah karena kebaikannya. Kebaikan Uwais al-Qarni kepada ibunda, kebaikan Asy Syafi’i kepada si pemilik apel di ujung muara, kebaikan anshar kepada muhajirin yang melebihi kebaikan pada diri dan seluruh perniagaan yang dimilikinya, hingga kebaikan wanita yang memberi air pada binatang yang tercekik dahaga. Pernah mengira, mengapa Rasul mengibaratkan pertemanan yang baik, adalah dengan penjual minyak wangi dan bukan dengan pandai besi? Sebab jika tidak diberi minyaknya, setidaknya kita ikut merasai harum mewanginya. Bukan malah mendapat percik api dan bau sangit yang menyertai jika kita berada dekat dengan pandai besi.

Sebagai sebuah energi, betapa sungguh banyak wujud dari kebaikan-kebaikan. Kebaikan dalam doa-doa mukmin kepada saudaranya, kebaikan dalam menjaga tingkah laku dari durjanya cela, kebaikan dalam berprasangka, kebaikan dalam tutur kata-kata. Kebaikan itu pula yang lantas diabadikan Qur’an dengan perumpamaan seperti pohon yang baik. Akarnya teguh, cabangnya menjulang ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Robbnya. Perumpamaan-perumpamaan itu dibuat untuk manusia supaya mereka selalu ingat. ([14]: 24-25). 

Maka yang pertama-tama harus kita lakukan terhadap kebaikan-kebaikan, adalah mencintainya. Kemudian menjadi baik. Mengusahakan hal-hal baik. Lalu menebarkannya ke segala arah. Sehingga kelak tumbuh tunas-tunas kebaikan yang lain. Ia mekar, berbuah manis, dan tak putus-putus manfaatnya untuk semesta. Setiap energi akan menemukan pasangan energi yang tepat untuk dapat bersinergi. Tidak mengapa jika saat ini kebaikan yang kamu lakukan seperti tak jua ujung menumbuhkan tunasnya. Tidak masalah bahkan jika saat ini kamu masih seorang diri. Sebab tak ada satu kesia-siaan pun dalam perjuangan, sekalipun apa yang diperjuangkan itu mewujud dalam hal lain, yang mungkin akan lebih bermakna baginya.

Semoga Allah merahmati orang-orang yang memiliki niat baik, dan yang menyegerakan hal-hal baik.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar