Pernah tidak, kamu memutuskan
sesuatu atas pertimbangan teman atau lingkungan? Entah sesepele memutuskan
barang apa yang harus kamu beli, apakah harus mengambil studi lanjut, atau sosok
pasangan seperti apa yang sebaiknya kamu bersamai. Jika tidak, mungkin kamu
pernah menonton pertandingan sepak bola dan menjadi supporter bagi salah satu
timnya? Mungkin, kamu juga sering mengikuti suatu demonstrasi dan memperjuangkan
suatu perkara? Atau barangkali, saat ini kamu tengah tergabung dalam suatu
komunitas, menyusun bersama-sama program kerja, lalu bersama-sama pula berusaha
merealisasikannya?
Kumpulan
orang banyak dalam waktu, tempat, dan tujuan yang sama serta bersifat sementara dikenal dengan massa. Dalam
literatur psikologi, massa merupakan salah satu bentuk kolektivisme atau
kebersamaan. Massa juga memunculkan sebuah perilaku kolektif sebagai bentuk
dari perilaku kelompok. Gustave Le Bon seorang ahli perilaku massa mengatakan bahwa
massa memiliki sifat-sifat psikologis. Menurutnya, seseorang yang terlibat dalam massa cenderung kehilangan
kepribadian yang sadar dan rasional, juga melakukan tindakan kasar dan
irasional yang berlawanan dengan kebiasaan. Hal ini karena massa diyakininya memiliki
sifat yang lebih impulsif, mudah tersinggung, ingin bertindak dengan segera dan
nyata, kurang rasional, lebih mudah dipengaruhi, dan lebih mudah mengimitasi. Massa dapat bertindak secara
primitif dan tidak rasional karena individu yang menjadi bagian dari massa
sikap serta tindakannya dipengaruhi oleh massa yang hadir.
Ketika berada dalam massa,
besar kemungkinan kita akan kehilangan jati diri kita. Diri kita sering melebur
bersama pusaran yang melingkupi kita. Terlebih, jika dilihat dalam sudut
pandang maladaptif, eskalasi perilaku negatif seringnya akan menjadi sebuah
epidemi. Benar, pusaran energi akan cepat menular. Kita dapat dengan mudah
mengikuti arus massa yang bergerak di sekitar kita. Jika dilihat dari ilmu fisika terhadap suatu objek saling
membentur, gerak benda pertama akan melambat, dan momentum benda kedua akan
meningkat. Pada peristiwa tersebut, terjadi sebuah hukum kekekalan energi. Hukum
kekekalan energi menyatakan bahwa energi tidak pernah dapat dimusnahkan.
Sehingga untuk memenuhi hukum kekekalan energi, jumlah energi yang dikeluarkan
oleh objek pertama harus setara dengan jumlah energi yang diterima oleh objek
kedua, begitulah energi melakukan sinergi. Keduanya tidak saling memusnahkan,
tetapi menghasilkan perkalan energi yang berkali-kali lipat.
Dari sudut pandang beberapa tokoh, terminologi massa
cenderung dianggap memiliki energi yang negatif. Padahal, Gustave Le Bon juga yang
menambahkan bahwa dalam massa terdapat hukum bernama law mental unity, yang
menerangkan bahwa massa merupakan kesatuan pikiran dan jiwa. Jika diarahkan
pada hal-hal baik, bukan tidak mungkin massa akan dapat membangun secara
konstruktif, mendorong untuk melakukan perbuatan adaptif, dan memiliki
sifat-sifat positif seperti rela berkorban dan suka membantu. Sebagaimana
keburukan, kebaikan juga sering diserupakan dengan hukum kekekalan energi. Ia
tak pernah hilang, hanya berpindah ke wujud yang lain.
Betapa banyak
kisah-kisah para pahlawan yang meraksasa di langit sejarah karena kebaikannya.
Kebaikan Uwais al-Qarni kepada ibunda, kebaikan Asy Syafi’i kepada si pemilik
apel di ujung muara, kebaikan anshar kepada muhajirin yang melebihi kebaikan
pada diri dan seluruh perniagaan yang dimilikinya, hingga kebaikan wanita yang
memberi air pada binatang yang tercekik dahaga. Pernah mengira, mengapa Rasul
mengibaratkan pertemanan yang baik, adalah dengan penjual minyak wangi dan
bukan dengan pandai besi? Sebab jika tidak diberi minyaknya, setidaknya kita
ikut merasai harum mewanginya. Bukan malah mendapat percik api dan bau sangit
yang menyertai jika kita berada dekat dengan pandai besi.
Sebagai sebuah energi, betapa sungguh banyak wujud dari kebaikan-kebaikan.
Kebaikan dalam doa-doa mukmin kepada saudaranya, kebaikan dalam menjaga tingkah
laku dari durjanya cela, kebaikan dalam berprasangka, kebaikan dalam tutur
kata-kata. Kebaikan itu pula yang lantas diabadikan Qur’an dengan perumpamaan
seperti pohon yang baik. Akarnya teguh, cabangnya menjulang ke langit, pohon
itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Robbnya.
Perumpamaan-perumpamaan itu dibuat untuk manusia supaya mereka selalu ingat.
([14]: 24-25).
Maka yang pertama-tama harus kita
lakukan terhadap kebaikan-kebaikan, adalah mencintainya. Kemudian menjadi baik.
Mengusahakan hal-hal baik. Lalu menebarkannya ke segala arah. Sehingga kelak
tumbuh tunas-tunas kebaikan yang lain. Ia mekar, berbuah manis, dan tak
putus-putus manfaatnya untuk semesta. Setiap energi akan menemukan pasangan energi
yang tepat untuk dapat bersinergi. Tidak mengapa jika saat ini kebaikan yang
kamu lakukan seperti tak jua ujung menumbuhkan tunasnya. Tidak masalah bahkan
jika saat ini kamu masih seorang diri. Sebab tak ada satu kesia-siaan pun dalam
perjuangan, sekalipun apa yang diperjuangkan itu mewujud dalam hal lain, yang
mungkin akan lebih bermakna baginya.
Semoga Allah merahmati orang-orang yang
memiliki niat baik, dan yang menyegerakan hal-hal baik.
0 komentar