Nanti Kita Cerita Tentang Sabar Ini

By Zulfa Rahmatina - 9:00 PM

 “Eat this one now, or wait and enjoy two later”

Kamu familiar dengan marshmallow experiment? Penelitian populer terkait studi psikologi yang dilakukan pada tahun 1960-an oleh seorang professor dari Standford, Walter Mischel, pada ratusan anak—yang sebagian besar berusia 4 sampai 5 tahun—untuk mengungkap karakteristik terpenting yang menunjang sebuah kesuksesan di masa mendatang. Pilihan dalam penelitiannya sangat sederhana, yakni memilih antara ‘kenikmatan’ saat ini, atau nanti, yang berlipat kali. Dalam eksperimen tersebut, peneliti membuat kesepakatan pada anak-anak yang menjadi subjek penelitian. Awalnya, para peneliti memberi sepotong marshmallow pada tiap anak dan dikatakan bahwa mereka akan pergi setelahnya. Namun, peneliti akan menambah satu marshmallow lagi jika mereka tidak lebih dahulu memakannya hingga para peneliti kembali.

Seperti yang kita tahu, cuplikan rekaman tayangan anak-anak yang menunggu peneliti kembali ke ruangan eksperimen sangat menggelikan. Ada anak yang langsung melahap marshmallow begitu peneliti menutup pintu, ada yang menahan diri dari liur yang menetes dan akhirnya menyerah setelah beberapa waktu, ada yang berpura-pura tidak peduli, ada yang menutup mata dengan telapak tangan agar tidak tergoda, dan ada yang mencari pengalihan lain hingga berhasil membiarkan marshmallow seperti sedia kala hingga para peneliti kembali.

Seiring berjalannya waktu, saat anak-anak tersebut tumbuh dewasa, peneliti melakukan penilaian lanjut di beberapa area dan secara mengejutkan menemukan fakta bahwa anak-anak yang bersedia menunda kepuasan dan menunggu untuk menerima marshmallow kedua berakhir dengan skor SAT yang lebih tinggi, penyalahgunaan zat dan kemungkinan obesitas lebih rendah, respons yang lebih baik terhadap stres, keterampilan sosial yang lebih baik dan umumnya lebih baik skor dalam berbagai ukuran kehidupan lainnya. Rangkaian percobaan ini membuktikan bahwa kemampuan menunda gratifikasi sangat mempengaruhi kesuksesan dalam hidup.

Nyatanya, meskipun pedih pada mulanya, hari ini kita melihat bahwa kesadaran untuk menunda suatu hal menyenangkan—dan seringnya melenakan—akan memberi lebih banyak keuntungan di hari kemudian. Betapa banyak kita melihat orang yang menanam akan menuai, yang menjaga tutur dan sikap akan berpeluang dikelilingi orang-orang yang menyenangkan, yang gemar menabung akan memiliki manajemen keuangan relatif stabil, yang rela bekerja atau belajar lebih keras akan mudah berhasil. Kesuksesan seringnya muncul dari kesediaan kita menerima rasa sakit dan mengabaikan kenikmatan yang sifatnya sementara.

Surprisingly, rasa-rasanya, hidup yang kita jalani saat ini tak ubahnya seperti eksperimen tadi. Dunia ini selunak marshmallow. Kita bagai anak-anak yang mudah tergiur oleh berbagai gemerlap fatamorgana. Dunia dan seisinya menjelma mimpi-mimpi utopis yang membutakan mata. Rasanya sungguh menyenangkan membayangkan diri diselimuti kemewahan yang nyata. Lantas, kitab suci Al-Qur’an yang kita akrabi selama ini berperan sebagaimana rules yang ditetapkan oleh para peneliti. Kita bebas untuk mematuhi, atau bisa jadi malah ingkar dan mengkhianati. Tapi nanti, untuk orang-orang yang menahan diri, akan ada sebuah sapa yang menggetarkan hati, ‘salaamun alaikum, bimaa sabartum,’ maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. Surga begitu mahal, dan sabar adalah nilai tukarnya.


xuanlocxuan illustration

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar