Assalamu’alaikum
teman-teman. Kali ini aku mau share materi kelas mulazamah online kedua
yang diadakan pada hari Jum’at lalu. Pembicaranya adalah Ust. Abu Fatiah Al Adnani dengan
tema paling diminati zoomblowan, zoomblowati, serta bujanghidaat dan
bujanghidiin nih hehe, yakni, ‘Membina Keluarga, Membentuk Generasi Juara’.
Qodarullah karena terkendala koneksi internet (kadang koneksi
Ustadz yang jelek, kadang-kadang juga aku, hehe), aku merasa kurang maksimal
menyimak mulazamah kali ini dan hanya bisa menangkap sedikit materi, sayang
sekali. Tapi tidak apa-apa. Semoga ada sedikit kebaikan yang bisa diambil, ya.
Termasuk kesadaran bahwa ternyata duduk di majlis ta’lim tanpa perantara media
digital, adalah kenikmatan besar yang patut kita syukuri :’))
Baiklah langsung
kita mulai saja. Ustadz membuka kajian dengan sebuah ayat dari surah Keluarga
Imran (3):14
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ
النِّسَاء وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ
وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ
مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ ﴿١٤﴾
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia
kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta
yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat
kembali yang baik (surga).
Kemudian, membawa kita pada sebuah
keniscayaan sebagaimana yang disampaikan Allaah dalam firman-Nya QS. At-Taghabun Ayat 14
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّ مِنْ أَزْوَٰجِكُمْ وَأَوْلَٰدِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ
فَٱحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِن تَعْفُوا۟ وَتَصْفَحُوا۟ وَتَغْفِرُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ
غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya
di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka
berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi
serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
Istri, Anak,
dan Harta Adalah Ujian
Tentu kita
akrab pada sebuah momen tertentu entah itu pada awal, pertengahan, atau akhir
semester: ujian. Mendengar kata ujian, memang paling mudah divisualisasikan
ketika kita menghadapi ujian dalam setting akademik. Di dalam prosesnya,
terdapat serentetan aktivitas yang menyertai seperti membaca, menghafal, dan
memahami. Di mana untuk menghadapi suatu ujian tersebut, kita perlu menyiapkan dan
mengerahkan semua potensi dan energi yang kita miliki. Begitu pula yang
seharusnya diterapkan ketika kita tengah membina sebuah keluarga. Tentu amat
sangat riskan bukan, jika kita menghadapi sebuah ujian bernama keluarga, tanpa cukup
ilmu yang kita miliki.
Di dalam
sebuah keluarga, Allah menyebut ujian pertama dan terbesar adalah istri, karena ketika
ujian yang satu ini berhasil kita lewati, maka ujian yang lain akan lebih mudah
dilewati. Itulah mengapa Rasul menyebut kenikmatan dunya adalah perhiasan, dan
puncak dari kenikmatan tertinggi adalah mar’atushshalihaat.
Allah juga menyebut istri dengan kata musuh (QS. At-Taghabun Ayat 14). Sebagaimana kita tahu,
musuh adalah hal yang tidak menyenangkan. Seorang musuh kalau tidak bisa kita
kuasai maka tidak bisa kita kendalikan dan kalahkan. Anak dan ujian adalah
harta, ujian adalah sesuatu yang bisa kita nikmati, sementara musuh tidak. Bukan
untuk bisa mengendalikan dan mengalahkan, tetapi ilmu dapat membuat kita duduk
bersama sebagai pasangan, saling mendukung, dan merealisasikan visi-visi besar
yang telah kita siapkan seperti mempersiapkan peran untuk memproduksi generasi
rabbani, dan mencapai karunia sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Tips Memilih Pasangan
Secara mengejutkan, Ustadz menyebutkan bahwa nikah dini sebenarnya diperbolehkan. Sementara yang tidak adalah nikah dengan tergesa-gesa. Aku berpikir bahwa mungkin dini yang dimaksud ustadz sesuai dengan apa yang ditentukan oleh aturan negara, tetapi sepertinya tidak hehe. Karena ustadz menyebut salah satu tokoh (pemuda Indonesia) yang telah mandiri secara finansial di umur yang masih belia, dan ingin menikah di usianya yang ke tujuh belas tahun sebagai contoh. Selain itu, poin yang aku setuju adalah bahwa nikah di umur muda (bukan dini) dengan persiapan matang dari sisi mentally, spiritually, dan independent financially lebih baik daripada nikah di usia yang dianggap sudah matang tapi hanya bermodalkan hawa nafsu semata. Persiapan menuju pernikahan sangat perlu diperhatikan, mengingat bahwa tidak ada pernikahan yang tidak memiliki masalah hatta pernikahan tersebut didoakan seluruh ummat manusia, atau diselenggarakan di tempat tersuci sekali pun, termasuk kehidupan pernikahan manusia-manusia pilihan seperti para Nabi dan Rasul. Itulah mengapa selain persiapan dari segi masing-masing pasangan, persiapan lain yang dibutuhkan adalah ilmu untuk menetapkan/memilih pasangan.
Sehat (Physically and Mentally)
Allah swt
menggambarkan seorang istri dengan perumpamaan ladang atau kebun, dan
mempersilakan suami mendatanginya kapan saja dengan cara yang disukainya.
Ketika kita merenungkan
dunia pertanian, mari kita bayangkan, siapa yang disebut petani yang sukses?
Pertama, petani yang sukses pasti memiliki tanah yang berkualitas dan subur.
Misalnya di daerah pegunungan, di mana tanahnya gembur dan cocok untuk ditanami
sayur mayur. Sebagaimana perempuan yang diberi karunia oleh Allah berupa rahim
serta kesempatan mengandung dan melahirkan, Rasulullah menyarankan untuk
menikah dengan wanita yang penuh cinta kasih dan dapat berketurunan. Jadi
ketika mengibaratkan tanah itu adalah seorang istri, anak adalah buahnya. Maka
dari itu, kriteria setelah agama yang sebaiknya dipertimbangkan ketika mencari
pasangan adalah kesehatannya. Sebagaimana seorang petani yang lebih menyukai tanah
subur yang menyenangkan bagi pemiliknya.
Shalih(at)
Adalah penting
dan wajib bagi seorang muslim untuk mempertimbangkan aspek agama, selain
aspek-aspek lainnya. Sebab pengetahuan mengenai agama akan memudahkan sebuah
keluarga untuk menggapai sakinah, mawaddah, rahmah, juga keridhaan-Nya.
Ketika mempertimbangkan
seorang calon, beri agama pada peringkat 1. Sementara aspek lain seperti tampan/cantik,
kaya, terkenal, dan aspek lain-lain berikutnya, beri angka 0. Ketika kita
mendapatkan jumlah 0 terlalu banyak tetapi tidak dengan angka 1, maka
keseluruhannya hanyalah kesia-siaan belaka.
Hasab yang Baik
Hasab sama
dengan keturunan tapi tidak sama dengan nasab. Setiap orang memiliki nasab
(garis keturunan), tapi tidak semua orang punya hasab (gen). Kita bisa saja
memiliki jalur keturunan yang sama, tetapi memiliki hasab yang berbeda. Contoh
paling jelas ada pada diri Rasulullah dan Abu Jahal. Meski nasab mereka sama
(quraish), tetapi hasabnya (pola asuh, tabiat/karakter dll) berbeda. Hasab pun
sangat luas dan terkait dengan fisik hingga perangai. Karena itu, ketika
memilih pasangan, sebaiknya mempertimbangkan calon pasangan dengan hasab (tabiat/karakter) yang
baik. Hasab adalah sesuatu yang bisa direkayasa (diupayakan perubahannya ke arah
positif), dengan tarbiyah dan pengasuhan yang baik.
Berikutnya ketika
mengibaratkan pasangan sebagai sebidang tanah, kita mengetahui bahwa filosofi
maupun karakter tanah itu sendiri berbda-beda dan tidak sama. Ada tipe tanah seperti tanah perkotaan, atau tanah pemukiman, dan sebagainya. Jika melihat dari sudut pandang sebuah hubungan, maksudnya di sini adalah tuntutan bagi suami (pasangan)
untuk saling mengerti tabiat dan karakter (istri). Karena seringkali sesuatu
itu menjadi tidak bernilai, karena kita tidak memiliki ilmu. Artinya di sini
sang suami sangat memegang kendali untuk baik dan buruknya istri. Boleh jadi
seorang suami mempunyai tanah (istri) yang sangat bagus tetapi tidak bisa
mengelolanya, sehingga akhirnya ia hanya menjadi semak belukar. Sebab seorang perempuan
itu mengikuti agama dan kualitas suaminya.
Terakhir, pesan Ustadz, sudah sebaiknya kita
mengupayakan sebuah pernikahan dengan visi dan energi yang besar, memberi
spirit pada peradaban Islam dan yang dengan pernikahan tersebut, orang lain
turut merasakan pula kebahagiaan dan dapat mengambil barakah darinya. Maka
alih-alih mempersiapkan pernikahan yang sekadar ideologis, apalagi hanya
berdasar biologis, sudah sebaiknya kita mulai mempersiapkan pernikahan
strategis—berikut pirantinya yang sangat kompleks.
Jadi, bagaimana?
Sudah siap?
0 komentar