Saya termasuk orang yang sedikit
membaca manga. Umh, bukan tidak suka, tapi saya memang lebih memilih novel
daripada komik. Bukan rahasia lagi, meski saya jarang membaca manga, saya
menyukai live actionnya :D Euh, tapi entah kenapa saya kurang suka menonton
animenya—kata temen otaku saya sih, itu wajar karena saya cewe (?)
Untuk live action, saya suka Tantei
Gakuen Q, Hidarime Tantei Eye, Ouran Host Club, Hana Kimi, Kindaichi, Otomen,
Detective Conan—yang pemainnya Shun Oguri >_<. Terus banyak lagi :3 Oh
iya, ada pengecualian untuk Conan. Ini, saya juga menonton anime dan membaca
manganya! Saya juga begitu pada Doraemon. Sayang tidak ada live actionnya. Wkwk.
Umh, untuk manga sendiri, saya biasa
membaca manga yang menceritakan kehidupan klub-klub di sekolah—yang biasanya
bergenre romance dan termasuk ringan. Saya juga suka membaca manga yang tentang
masak-masak—duh, judulnya lupa! Conan, Doraemon, Shinchan dkk juga saya baca.
Jadi kesimpulannya, komik yang saya baca itu yang ringan-ringan—kecuali yang
genre detektif tentu saja.
Dan ketika saya menemukan A Piece of
Dream—di lemari tanteku. Komik ini udah sepuluh tahun yang lalu dan baru kubaca
kemarin. *kudet—ini… jreng… jreng… jreng (?) sedikit kaget sih, karena latar
yang diangkat tidak biasa—dilihat dari daftar bacaan manga saya.
Komik ini menceritakan tentang
keadaan di Jepang saat perang dunia ke II. Tentu saja tokohnya remaja—karena ini
sedikit menyangkut ke romance. :3
Pada saat itu, remaja putri pribumi
dipaksa untuk menjadi perawat perang. Diceritakan, mereka juga menahan dirinya
untuk tidak memakai warna-warna baju yang mencolok untuk menghindari sekutu.
Kasihan, ya? padahal, cewe kan suka yang lucu-lucu gitu.
Nah, di sini juga secara gamblang
diterangin gimana kondisi psikis seseorang saat perang, baik mereka yang ikut
perang, keluarga yang ditinggal perang, atau pun warga sipil.
Di novel ini ada dua cerita. Cerita
pertama tentang itu tadi—para remaja yang ‘diikutsertakan’ perang. Untuk cerita
kedua, menurut saya lebih menegangkan. Karena menggunakan Kamikaze. Kamikaze
sendiri adalah taktik militer Jepang. Prajurit melakukan tindakan bunuh diri
untuk menghancurkan musuh. Seperti menabrakkan pesawat tempur ke kapal-kapal
musuh. Kalau dalam islam, hal ini biasa disebut Amaliyah Istisyahidah—yang jika saya jelaskan di sini, akan menjadi
sangat panjaaang :3 dewasa ini, banyak juga yang mengganti istilah itu dengan
‘Bom Syahid’ atau ada yang mengatakan Bom Bunuh Diri.
Kembali ke manga tadi, cerita kedua
ini lebih menekankan tentang kondisi seseorang yang sebentar lagi ditugaskan
untuk melancarkan aksi Kamikaze. Nah, pasti tidak mudah, kan? Mereka yang
melakukan taktik itu biasanya adalah para pemuda—yang seharusnya bisa hidup
lebih lama—yang memiliki rasa nasionalisme yang tinggi pada negara. Konflik
juga muncul ketika ternyata ada seseorang yang diam-diam mencintai pemuda
itu—yang dikemudian hari, diketahui si pemuda juga memiliki rasa yang sama.
Komik ini, bagus.
Gambar-gambar—pesawat tempur, kapal-kapal, juga korban-korban perang dengan banyak
balutan perban, tangan kaki buntung, bahkan para perawat yang terpaksa memberi
sianida pada korban yang tidak bisa jalan dan diajak untuk mengungsi (hal ini
dilakukan karena mereka tidak tega jika para korban harus mati digilas bulldozer.
Jadilah negara lebih menyuruh mereka ‘mengikhlaskan’ dirinya untuk mati dengan
menenggak sianida. Dan yang tidak bisa meminumnya, mereka akan disuntik :(
)—sangat mendukung.
Dan pesan yang saya dapat, bagaimana
seseorang menghargai hidupnya. Menjalankan tugas masing-masing yang telah Tuhan
pikulkan di tiap bahu manusia. Keikhasan. Cinta. Dan, sampai kapan pun, perang akan
selalu menimbulkan penderitaan, bukan?
Dengan kata lain, marilah kita
hentikan semua kesia-siaan waktu untuk saling berebut ini! Mari wujudkan bumi
yang damai! Peace. ^_^V
0 komentar