November ke dua puluh lima. Apakah ditunggu? Tidak juga.
Apakah tidak usah tiba? Jangan begitu …
Aku makin paham, semakin memikirkannya. Dunia ini hanya dipenuhi
perasaan-perasaan yang fana. Sungguh. Maksudku begini, berapa kali kita
dikecewakan dan mengecewakan? Berapa banyak orang yang pada awalnya kita
tunggu-tunggu pesannya di kotak masuk kita, menjadi orang yang paling tidak
kita harapkan keberadaannya? Berapa sering tegur-sapa, senyum-kembang, dan binar
gembira menjadi gerutu yang tiada habisnya?
Berapa kali dada ingin pecah karena amarah, atau pecah karena gempita bungah?
Berapa banyak hati kita terluka selama ini, tapi kita tidak mempedulikannya? Alih-alih
mencoba sembuh, seringkali justru malah memupuk tumbuh. Kita hidup di dunia
yang batas antara perasaan satu dengan perasaan berikutnya begitu tipis.
Barangkali, hari ini kamu adalah orang yang ingin aku ceritakan tentang segala aktivitasku pagi tadi. Tapi siapa tahu esok? Barangkali, sebelum tidur kita masih bertukar pesan, beringat janji. Tapi siapa tahu yang terjadi beberapa menit nanti? Barangkali kita pernah didekatkan untuk memahami jauh. Direkatkan untuk mengerti renggang. Disatukan, kemudian diberi ruang.
Barangkali, hari ini kamu adalah orang yang ingin aku ceritakan tentang segala aktivitasku pagi tadi. Tapi siapa tahu esok? Barangkali, sebelum tidur kita masih bertukar pesan, beringat janji. Tapi siapa tahu yang terjadi beberapa menit nanti? Barangkali kita pernah didekatkan untuk memahami jauh. Direkatkan untuk mengerti renggang. Disatukan, kemudian diberi ruang.
Tidak apa-apa. Jeda tidak selalu berbahaya.
Asal kita tetap berserah saja.
Karena yang baik, selalu menemukan jalan baik lainnya.
0 komentar