Harapan itu Bernama Kehidupan

By Zulfa Rahmatina - 10:02 AM


Selesai menuntaskan I Am Sarahza. To be honest sih, motivasi membeli buku ini di bookstore ‘cuma’ karena Hanum Salsabiela Rais bakal jadi pembicara di Seminar Nasional Psikologi UMS 2018, dan aku salah satu panitianya. Jadi kupikir, kemungkinanku untuk menyapa, meminta tanda tangan, dan berfoto bersama lebih banyak dari peserta lain. Bertemu orang-orang besar dengan energi positif yang meluas selalu menyenangkan, percayalah. Dan jika bukan karena motivasi itu, memang apa lagi?

Zulfa dan Astried bersama Mbak Hanum (semoga bisa ketularan jadi penulis! Aamiin)
Umum diketahui, I Am Sarahza bercerita tentang perjuangan sepasang suami istri yang mendambakan buah hati. Setelah 11 tahun pernikahan. Setelah 5x inseminasi, usai 6x IVF (bayi tabung), tuntas puluhan terapi infertilitas dan akupuntur, serta suntikan demi suntikan, beberapa operasi, hingga tikaman depresi. Dan sebagai Millennial tidak berkepentingan sepertiku—tidak sedang akan menikah apalagi hamil, baca buku ini seperti ‘entar aja lah’, sunnah.

Sebelumnya, aku menonton liputan Hanum Rais yang mempromosikan buku ini di YouTube dan jujur membuat dadaku sesak dan air mataku meler-meler. Tapi, buku-buku sirah, parenting dan baca-baca kolom Fauzil Adhim di Majalah Hidayatullah langganan Abi lebih fardhu, lebih bisa menguatkan karakter dan pondasi untuk nanti, pikirku. Hingga, Overture I Am Sarahza membabat habis argumenku. Aku salah besar. Ini bukan buku yang ‘hanya’ menceritakan suami istri pingin punya anak, lalu berjuang. Ini buku kehidupan. Kehidupan banyak pihak.

Overture sungguh mengiris-iris perasaan. Setidaknya untukku. Lalu, lembar demi lembarnya seakan menampakkan dengan terang. Bahwa apa-apa yang diperjalankan, berkait-berkelindan menjadi sebuah suratan, adalah yang terbaik. Pertemuan Rangga dan Hanum, misalnya. Pertemuan tidak sengaja, menurut mereka. Tapi sengaja, menurut takdir.

Siapa sangka? Jingle kampanye Amien Rais ternyata memilin tali perjodohan misterius antara Hanum dan Rangga, antara ketetapan, pengorbanan, tangis, tawa, perjuangan hingga penyerahan total kepada Sang Pencipta pada episode kehidupan berikutnya dan seterusnya. Buku ini merangkum itu semua. Emosi, usaha, daya-upaya seorang manusia.

Termasuk, membuka mata tentang bagaimana istri-suami yang baik, anak yang baik, saudara yang baik, orang tua yang baik, dan pribadi terbaik sebagai hamba beserta beragam perannya. What there's life, there's hope. Begitu kata Cicero berpepatah. Mengambil makna dari pelajaran yang diterima orang lain, setidaknya salah satu langkah untuk mencapai itu semua.

Terima kasih, Sarahza. Berkatmu kalimat demi kalimat ayah dan bundamu tersusun. Terima kasih, Mbak Hanum. Bubuhan tandatangan Mbak, dan pesan ‘Harus selalu semangat,’ di lembar pertama buku itu kini makin kupahami maknanya.


Solo, 9 Oktober 2018 (baru diupload di blog)

Semangat skripsiii!!

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar