Situasi
ini terjadi pula terhadap saya. Lebih-lebih ditempatkan di RSJD, saat ini saya
merasa sedang berada dalam posisi nekat. Seperti yang beberapa kali saya tulis
di sosial media bahwa saya mengambil peminatan aplikasi psikologi yaitu Klinis. Ketika beberapa—atau banyak—teman mengatakan itu rumit, sulit. Tentu saja.
Lihatlah
mata kuliah yang mendukung peminatan tersebut. Biopsikologi, misalnya. Mata kuliah
yang mempelajari neurotransmitter, syaraf-syaraf, atau zat-zat lain yang
namanya saja susah diingat seperti nama anak-anak zaman sekarang. Psikologi Abnormal,
yang mempelajari gejala-gejala berikut defisit yang ada sehingga individu terindikasi
gangguan. Kesehatan Mental dengan promosi, prevensi hingga intervensi
psikologis, Psikologi Klinis dengan isu-isu psikologi dari lingkungan sampai
forensik, dan lain sebagainya yang pada mata kuliah tersebut saya mendapat
nilai yang tidak sementereng nilai-nilai saya pada mata kuliah peminatan
sosial, pendidikan-perkembangan, bahkan industri.
Dan
saya memilih Klinis sebagai konsentrasi yang ingin saya tekuni. Apakah cukup
nekat? Tunggu dulu. Sesungguhnya saya adalah tipe orang yang khawatir jika
berhadapan dengan orang dengan gangguan mental, atau yang biasa disebut awam
sebagai orang gila. Saya khawatir jika misalnya tiba-tiba saja dipeluk, atau
ditusuk—maafkan cara berpikir saya. Jadi memilih Klinis adalah langkah yang
menurut saya pribadi benar-benar nekat.
Tetapi
bukankah nekat juga dilakukan Salman Al Farisi saat menjamin pemuda asing yang
akan dihukum had hanya karena agar
jangan sampai dikatakan, di kalangan Muslimin tidak ada lagi rasa saling
percaya dan mau menanggung beban saudaranya? Bukankah dengan nekat pula Ali ibn
Abi Thalib tidur di ranjang Rasulullah saat rumah beliau dikepung kuffar
Quraisy? Pemuda nekat yang pertama kali melontarkan anak panah di jalan Allah
dan termasuk dari enam orang ahlus syuro adalah Saad ibn Abi Waqqash. Muhammad
Al Fatih di usia 22 tahun, menaklukkan Konstantinopel Ibu Kota Byzantium pada
saat para jenderal agung merasa putus asa. Tentu saja, nekat harus penuh
pertimbangan, harus sesuai dengan kadar ukur yang diketahui diri kita sendiri.
Berbekal
minat dan nekat, hari ini terlalu banyak hal yang saya dapat di Rumah Sakit
Jiwa. Saya ke bangsal dengan klien akut dan bertemu dengan orang yang memiliki
waham sebagai keturunan Pakubuwono, juga klien yang mengaku sebagai Yesus dan
menganggap dirinya sudah mati. Saya bertemu dengan orang-orang terindikasi
isolasi sosial, RPK, RBD, DPD, halusinasi, dan lain sebagainya. Saya berkenalan
dengan teman-teman magang Psikologi UNDIP, saya mengenal banyak psikolog,
belajar skoring EPPS, Eysenck, dan masih banyak lagi. Hari ini saya seperti menemukan, setiap orang yang saya jumpai memiliki rindu yang mereka simpan masing-masing pada relung dengan kedalaman beragam. Masih ada 29 hari untuk
saya dan teman-teman menikmati proses magang ini. Semoga kami dapat
menyelesaikannya dengan baik. Hingga rindu ini mampu diatur sedemikian rupa
tanpa pekik yang mencekik.
0 komentar