Jung pernah menulis, “Hidup saya adalah sebuah kisah realisasi ketidaksadaran.” Ya, tanpa sadar, setiap orang terbentuk dari pengalaman hidupnya masing-masing. Seperti cara bertutur, bersikap, kepedulian, bentuk kasih sayang, idealisme dan prinsip hingga pemilihan kata yang digunakan.
Setiap orang dilahirkan dalam kondisi yang berbeda-beda. Menilik teori yang ditawarkan Adler, ada perbedaan karakter antara yang dilahirkan sebagai anak tunggal, sulung, anak tengah, atau bungsu. Ada yang lahir dari keluarga berkecukupan, harmonis, penuh limpahan cinta, ada yang lahir dari keluarga yang dibayangkan saja terasa menyakitkan, disfungsi peran, keretakan, dan ketimpangan di berbagai bagian.
Ada orang yang lebih menyukai kerumunan kecil, ada yang lingkaran pertemanannya meluas. Ada yang masa lalunya baik-baik saja, ada pula yang tercoreng nista. Masa lalu yang beragam terjadi pula pada Freud yang mahsyur dengan Psikodinamik, tetapi bertahun-tahun menderita depresi periodik, hingga suasana perasaan yang bervariasi secara ekstrim. Jung dengan teori persona atau topeng ternyata dulunya sering memanfaatkan serangan pingsan agar tidak harus masuk sekolah menengah dan di awal usia 40-an menunjukkan gejala skizofrenia. Carl Rogers yang pemalu hingga merasa tidak aman untuk mengungkapkan perasaan pribadinya, tetapi namanya melambung karena person center therapy. Albert Ellis di akhir usia belasan tahun, bahkan pergi ke Bronx Botanic di New York dan memaksa dirinya bercakap dengan beberapa perempuan yang duduk di taman untuk mengendalikan sifat pemalu dan membangun ketrampilannya dalam bergaul. Beberapa dari mereka ternyata mengembangkan peran teoretik tidak hanya untuk membantu klien, tetapi juga membantu dirinya.
Dalam bidang ilmu yang saya tekuni, terutama Konseling, menerapkan berbagai teori yang berbeda pada kehidupan adalah salah satu cara untuk menjadikan pemaknaan terhadapnya menjadi lebih personal. Terapis lalu membuat asumsi terhadap dinamika kehidupan klien berikut harapannya terhadap perubahan. Menjadi manusia saya rasa sama. Kita sering memandang orang lain sesuai prasangka kita. Bedanya, sering kali kita tidak ingin peduli bahwa segala sesuatunya terbentuk karena sedemikian rupa.
Atas semuanya, ada satu hal yang menurut saya dapat menjadikan hidup lebih bermakna, bagaimanapun kejadian demi kejadian menyesaki dada. Ialah keyakinan. Keyakinan membuat kita mampu menyulut semangat juang, keyakinan membuat kita bertahan, keyakinan membuka peluang terhadap banyak penerimaan. Keyakinan pada agama, lebih dari itu semua. Mas Gagah pernah berkata, “Jadilah muslim sejati yang selalu mengedepankan nurani. Agar Allah selalu besertamu.” Islam itu indah. Islam itu cinta. Kalau kau tak setuju pada suatu kebaikan, yang mungkin belum kau pahami, kau selalu bisa menghargainya.
"Makanya Che, Islam!" (bittersmile)
____
Kalau ada yang baca sampai akhir, terima kasih. Ini refleksi saya setelah baca materi untuk UAS besok, hehe.
0 komentar