Dan liburan
benar-benar sudah berakhir.
Apakah
mengesankan? Hmm …
Toples berisi kimchi buatan tanteku
bertambah saat aku membuka kulkas rumah kami pertama kali aku datang. Dia
pikir, aku menyukainya. Tapi aroma bawang yang begitu kuat dan cabai bubuk tidak
pedas yang dibelinya di pasar pusat membuatku menghindarinya. Maafkan aku, aku
tahu kau memasaknya menggunakan kubis dan sawi putih terbaik hari itu.
Setiap liburan, saudara dari Ummi
selalu berlomba menawarkanku ikan asin yang sangat kusukai. Ikan asin dengan
berbagai macam olahan. Ikan asin yang mengingatkanku pada kakek kesayanganku.
Jika kupikir ulang, aku sungguh harus banyak-banyak bersyukur karena memiliki
keluarga yang hangat.
Aku berencana mengunjungi beberapa
tempat yang akhir-akhir ini populer di kota kami seperti mercusuar di tepi
pantai Moro, Rowosari. Tetapi, rencana ini belum bisa terlaksana. Saudara
sepupuku harus segera kembali ke kampusnya, Jenderal Soedirman, untuk ujian dan
melanjutkan program magang. Baiklah, semoga masih ada kesempatan lain.
Aku juga ingin menemui beberapa
sahabat dekatku sewaktu SMA. Dan, kurasa liburan ini aku belum bisa lagi
melakukannya. Setelah liburan ini selesai, aku harap kalian diberi kemudahan
untuk menyelesaikan skripsi dan menuntaskan harapan-harapan kalian yang lain.
Liburan ini, Ummi tidak pernah bosan
menyuruhku belajar. “Buku tebal itu untuk apa kaubawa kalau tidak disentuh?”
katanya, berulang. Maksudnya buku Biopsikologi karangan Pinel yang cover-nya
mirip sebuah poster film horor. Buku yang saat melihatnya saja membuat bulu
kudukku meremang dan kepalaku pening karena teringat janji-janji penelitian,
teringat dosen yang terus mengejarku untuk menulis paper dan mengikuti PKM
hanya gara-gara dia mengetahui kalau aku anak pers.
Sementara Ummi terus mengomeliku, aku
sibuk menatap layar smartphone dan tertawa-tawa membaca pesan di grup
WhatsApp keluarga Abi. Banyak hal yang terjadi di liburan kali ini. Seperti,
misalnya, sopir keluarga kami yang tidak bisa diganggu dan tidak mau mengantar
kami liburan hanya karena mengejar deadline hari dan sedang bersemangat sekali
mengumpulkan biaya untuk menikah, dan yang menjadi trending topic adalah
orang yang sama: sepupuku yang sedang
dalam proses menggenapkan.
Saat kumpul keluarga, Ummi berkata
pada adik sepupuku yang usianya jauh di atasku yang saat itu membawa kamera,
“Bisa tidak, foto anak itu tanpa jerawat?” oh ya ampun, dia segera memelototi
jerawatku dan menahan tawa. “Bisa, pakai kamera 360.” Rasanya jerawat ini
begitu mengganggu liburan kali ini. Beberapa saudara juga membahasnya. Dan
membuatku berpikir, “Sebenarnya, apakah aku sedang merindukan sesuatu?”
Tapi lalu kukatakan pada sepupuku
yang sedang asyik menenteng kamera, “Begini, kau mau pakai Bahasa Arab atau
Indo?” tanyaku. Tentu saja aku sedang membahas ijab qobul. “Kalau Bahasa Arab,
ada lafal seperti ini, ‘Qobiltu … bil mahril madzkuur,’ kalau Indo, lain
lagi, ‘Saya terrima … dengan maharr … seperrangkat …’,” aku tertawa
bahagia. Puas rasanya bisa membully orang yang biasa jadi pembully. Jadi, adik
sepupuku ini memang sedikit kesulitan melafalkan huruf R. “Setahuku sih, ijab
qobul itu harus jelas. Kalau ngga jelas, takutnya enggak sah,” tawaku semakin
membahana. “Latihan dulu, latihan,” saat aku masih tertawa, dia mencubit
lenganku. Tsk.
Aku baru mendapat kesadaran untuk
berolahraga dan bersepeda saat Ummi berkata kalau teman-temanku pasti akan
kesulitan mengenaliku. Abi juga bahagia dan berkata, “Sekarang Abi tinggal
membawa Ummi ke dokter untuk periksa. Dia sulit sekali gendut,” Yassalaam.
Kalimat Abi benar-benar membuatku sedih. Apakah ini berarti aku benar-benar
menjadi gendut? Akhir-akhir ini Abi memang hampir tidak pernah mengomeliku soal
minum banyak air putih dan ramuan sagu yang harus kuminum saat lambungku sakit
karena telat makan.
Selama ini aku tidak pernah
mengkhawatirkan berat badanku. Di antara adik-adikku, tubuhku lah yang paling
mungil. Aku sering berpikir jika mungkin saja takdir menjadi sulung memang
begitu. Aku makan banyak dan berat serta tinggi badanku seperti tidak pernah
bertambah. Tapi komentar orang-orang terdekatku belakangan ini yang mengatakan
bahwa pipi dan daguku sepertinya menjadi tebal membuatku memikirkan sesuatu.
Apa aku bahagia? Kudengar orang bahagia susah kurusnya. Aahh, ini benar-benar
membuatku tidak habis pikir. Sepertinya aku memang harus banyak berolahraga.
Di malam-malam terakhir liburan, Abi
mengumpulkan kami sekeluarga dan mengecek bacaan Qur’an kami. Itu membuatku
semakin berat meninggalkan rumah. Momen seperti itu, aku pikir, hanya terjadi
di libur lebaran saja. Saat kami semua benar-benar bisa berkumpul semuanya …
Dan kini aku sudah berada di Solo
(lagi). Setelah perjalanan panjang membosankan yang semua tarifnya naik padahal
kemarin aku pulang diantar bis yang memintaku membayar seikhlasnya. Karena
pulang awal, belum ada teman yang bisa menjemputku di gerbang kampus. Karena itulah
aku naik becak yang ongkosnya meroket dan bisa untuk membeli martabak manis
cokelat dua bungkus lupakan sejenak urusan diet.
Semalam hujan dan membuat pagi ini
benar-benar hangat. Semoga saja itu pertanda baik. Aku harus segera
menyelesaikan tugas penelitian dan keredaksianku. Soal bidang media, apakah aku
akan meneruskannya atau tidak? Ah, entahlah …
0 komentar