Menyibak lembar kalender, mataku
terbelalak. Bilangan bulan bergulir mendekati capaian akhir. Secepat itu!
Melihat berapa tulisanku selama tahun ini, aku semakin dibuat terkejut. Apa saja
yang sudah kulakukan selama ini?
Sepertinya baru kemarin aku menaiki
Kopaja, melewati Kebayoran, datang ke sebuah media nasional. Bertemu mereka.
Bertemu dengannya. Tersenyum saat melihatnya berbinar saat menceritakan malam
puisi yang digemarinya. Menggeleng kecil saat ia memintaku hadir suatu saat
nanti, pada malam-malam puisi. “Tidak bisa, aku perempuan,” lirihku padanya.
Baru beberapa saat yang lalu juga,
rasanya. Berdesak-desakan dengan para pekerja di suatu senja, tertidur dan
melewati stasiun Tanah Abang, stasiun tujuan. Lalu mencari kereta listrik ke
daerah Sudimara. Menekuri kitab-kitab berbahasa Arab, mengikuti dauroh,
menghadiri halaqah-halaqah …
Dan tiba-tiba aku sudah tidak lagi
menjalankan semua rutinitas tadi.
Tiba-tiba aku sampai di suatu tempat
yang asing.
Tempat yang membuatku menjadi asing
dengan diriku sendiri.
Apa yang akan kulakukan di sini? Aku
hanya ingin belajar. Aku memutuskan tidak memiliki waktu khusus untuk membuat
hal-hal remeh seperti menjalin pertemanan. Memperkenalkan diri, adaptasi… ah,
itu sungguh-sungguh sesuatu yang membosankan, kau tahu? Berapa kali dalam
hidup, aku harus melakukannya? Seperti tidak ada hal lain yang lebih menarik.
Membuat sebuah hubungan
persahabatan. Kurasa sudah cukup. Aku memiliki mereka yang sabar mengingatkan
ketika arah langkahku sudah mulai berbeda. Aku memiliki mereka yang tak alpa
menanyakan kabar imanku. Aku juga sudah merasa puas mendengar kisah singkatnya.
Kisah tentang malam puisi-puisinya. Aku juga … merasa cukup dengannya yang suatu
kali mengulum senyum saat berpapasan di suatu senja.
Dan semuanya kini berbeda. Sungguh
tidak sama. Aku memutuskan, tidak lagi membuang waktuku untuk hal-hal yang
tidak bermanfaat. Menghabiskan hariku dengan meliput, menulis berita, menyusun
makalah. Menyeduh kopi di malam buta. Membaca buku-buku psikologi. Mengunjungi perpustakaan.
Betapa menyenangkan!
Dan betapa aku selalu dibuat
terkejut. Ketika dalam perjalanan ini—meski aku tidak pernah memintanya—Allah
lebih banyak mempertemukanku dengan orang-orang yang begitu baik. Dengan orang-orang
yang memiliki tujuan yang sama. Dengannya yang ketika namanya membasahi hatiku,
cepat-cepat kurapal doa. Doa-doa kebaikan.
Dan waktu terus saja berlalu. Merangkum
kisah-kisahku. Memutar skenario Allah. Membiarkanku menjalankan peran. Dan lagi-lagi,
aku hanya bergantung pada doa-doa kebaikan. Pada syukur yang dalam atas segala
pemberian.
0 komentar