Gadis yang Baik

By Zulfa Rahmatina - 11:10 PM

Hari ini, 21 tahun yang lalu. Dua puluh lima hari sebelum kelahiranku. Gadis itu lebih dahulu berbaur dengan semesta. Aku curiga, aku sudah mengenalnya bahkan sejak aku masih berada di dalam rahim yang hangat. Dan aku juga curiga, aku akan terus bersama-sama dengannya sepanjang hayat.

Aku tidak tahu harus dari bagian mana memulai kisah ini. Jadi, kita awali saja dengan perkenalan singkat. Dia seorang gadis yang baik. Banyak yang bilang, orang baik akan dipertemukan dengan orang-orang yang baik pula. Dan benarlah, selama ini, ia selalu berada di dekat orang-orang yang baik.

Dia adalah juga gadis yang mengisi hari-hari di masa kanakku, remaja, dan kini. Sudah kukatakan, sepertinya juga hingga sampai nanti. Kami belajar bersama, bermain, dan berjuang di dunia ini bersama-sama pula.

Jika kukatakan kepadanya tentang gaun merah polkadot dan topi bundar, setelan gamis bunga-bunga biru muda, juga tas kotak-kotak dengan seperangkat alat tulisnya, mungkin ia akan mengingatnya. Masa kecilku dan masa kecilnya adalah memori yang lebur menjadi satu kesatuan. Hingga hampir kami mengetahui semua yang terjadi pada masing-masing saat itu. Sempurna sebagai perekam kenangan hidupku; perekam kenangan hidup kami.

Aku juga berada di sekolah yang sama dengannya. Melanjutkan ke sekolah tinggi yang juga sama. Sayangnya, di tahun kedua sekolah menengah, gadis itu memutuskan pindah sekolah karena suatu sebab. Meski ia tidak pernah mengatakan alasan apapun kepadaku, aku menyetujui langkah yang diambilnya, bahkan mendukung. Kurasa, itu kesempatan bagus untuknya berproses dan bertemu dengan lebih banyak lagi orang-orang baik.

Dia gadis yang baik. Kukatakan ini berulang karena memang begitulah kenyataannya. Meski kita tak selalu satu paham, meski sering aku mengutarakan hal-hal yang jauh dari harapannya, kita masih saja bersama-sama.

Dia juga gadis yang tegar. Dan sepertinya, dia bukan gadis yang cengeng sepertiku. Aku bahkan yakin dia tidak menangis ketika dia harus menjalani operasi pengangkatan usus buntu. Meski saat itu, ada seseorang yang sangat mencemaskannya, dan mengaku padaku jika ia menangis untuknya. Duhai, perasaanku saat itu ganjil sekali. Aku cemas, takut, dan sekaligus merasa geli.

Karena dia gadis yang baik, tentu banyak pula orang-orang baik yang menyayanginya. Tidak sedikit orang yang terang-terangan mengaku menyayanginya. Dan aku masih di sisinya. Bahkan ketika di tahun ke sembilan belas, takdir mempertemukannya dengan seorang pangeran yang baik.

Beberapa hari di ujung tahun ke dua puluh, gadis itu melahirkan seorang putra. Aku tentu saja bergembira sekali menyambutnya! Allah memberinya kesempatan lebih dahulu merasakan menjadi sebenarnya seorang wanita, dan aku harap dia tidak menyia-nyiakan kepercayaan itu. Aku berharap sekali ia bisa menjadi sahabat dan saudara yang baik. Menjadi seorang istri dan ibu yang baik. Menjadi ummat Muhammad yang baik.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar