Dari tanah yang bermil-mil jauhnya
dari tanah sucimu, aku ingin sejenak menyapamu. Gaza, bagaimana pagimu? Pagi
ini, saat kalian merapatkan barisan, saudara kami, sedang merayakan pesta
demokrasi yang beberapa bulan ini membuat ikatan-ikatan yang bertahun terjalin,
merenggang.
Gaza,
bagaimana menu sahurmu? Saat kalian sibuk menyiapkan iman yang akan kalian
persembahkan pada Tuhan, kapan pun waktunya itu, saat kalian meninggikan lafadz
qur’an dan berlomba-lomba meraup pahala Ramadhan, kami, sibuk menonton Piala
Dunia, bersorak-sorak di sepertiga malam-Nya seperti ringkik kuda. Sebagian
kami, ada yang hari-hari Ramadhan-nya terus dipakai untuk mencela, atau
terkadang memakan bangkai sesama.
Gaza, bagaimana siangmu?
Saat mata kalian tak bisa lelap
barang sejenak, sebab kapal udara tanpa awak di utara langit sana, atau apache
yang berputar-putar dengan suara bising dan kepul asap yang begitu menyesakkan
dan roket-roket yang berjatuhan, di sini, kami bahkan baru terbangun sejak
tidur lepas sahur tadi. Qur’an-qur’an
kami terganti dengan kuota yang telah banyak terisi. Jika tidak, waktu kami
habis dalam level-level panjang yang menyihir mata-mata kami.
Gaza, bagaimana iftharmu?
Kala kau mencium bau anyir darah,
kala lambung-lambung mungil itu terkoyak oleh tangan-tangan keji, kami penuhi
perut yang seharian tidak terisi dengan berbagai saji hidangan yang memenuhi
meja-meja makan. Hidung kami hanya sudi menghidu aroma masakan yang lezat,
tanpa ingat, betapa roti kering dengan hanya sedikit susu kambing, sudah jarang
kalian temui.
Gaza, dengan apa kau memaafkanku?
Saat para pemudamu, mengalun takbir
dengan Kalashnikov-kalashnikov renta yang selalu setia menggamitmu dengan janji
surga, dan adik-adik kecilmu mengumpulkan kerikil-kerikil panas dengan telapak
mungilnya, tangan-tangan kami malah sibuk dengan android berbagai bentuk rupa.
Gaza, dengan apa kau memaafkanku?
Di saat malammu yang gigil,
kaki-kaki kokoh itu berentet menjaga desa sucimu, untuk menghalau tank-tank dan
bulldozer biadab yang akan menggempur dan melindas tubuhmu, tubuh kami terkapar
di atas kasur empuk, sedang mata kami lelap diiringi mimpi indah. Tanpa peduli,
jika malam-malammu penuh dengan desau molotov dan percik bom yang membuat
malammu terang laksana siang.
Gaza, dengan apa dosaku terhapuskan?
Dengan barreta berlumur racun yang ditembuskan
pada jantung-jantung para kera albino itu, dengan serapah cerca untuk para
bekantan dengan lambang heksagram, atau dengan berton-ton kerikil untuk amunisi
intifadha-mu?
Tapi Gaza, meski rindu untuk
bersujud di al Aqsha-mu ini menggunung, untuk kali ini, kami hanya bisa
melangitkan doa. Agar tak ada lagi tangis dan jerit yang tercipta. Agar Allah
memudahkan jalan syurga bagi para syuhada. Agar cahaya-Nya semakin melingkupi
bumimu dan membuat kerlip kilaunya mengangkasa hingga semua makhluk sadar,
betapa tanahmu, adalah benar-benar tanah yang dijanjikan…
Kendal, Ramadhan 1435 H
0 komentar