Ya Allah, Aku Merindunya…

By Zulfa Rahmatina - 8:11 PM


                 Kendal, 10 Ramadhan.

            Hujan membersamaiku saat aku membantu ummi menyiapkan sahur, pagi tadi. Hari ini, entah kenapa, aku bangun dengan perasaan kosong. Ah, perasaan ini, sebenarnya, sudah mulai kurasakan beberapa hari ini. Ya, hari-hari yang membuatku kembali merindukannya…
            Aku tidak tahu kenapa sesak ini muncul begitu saja tiap tiba-tiba, ingatan tentangnya terlintas. Senyum itu, sentuh dan belainya, tilawahnya. Ah, Allah… aku benar-benar rindu. Bagaimana aku mengatakannya? Bolehkah aku berteriak? Agar sesak ini, tak lagi berat kurasa.
            Ya Allah, aku merindunya…
Lelaki itu… lelaki yang di pangkunya, aku merasa ketenangan yang luar biasa. Lelaki yang bersamanya, aku selalu diliput rasa bangga. Lelaki yang selalu membuatku merasa istimewa. Lelaki yang membuatku, menjadi seseorang yang paling bahagia.
Ya Allah, aku merindunya…
Senyum itu… senyum saat ia menggandeng tanganku. Senyum yang terulas saat ia, dengan sabar, membersamai langkah mungilku. Senyum yang muncul, saat ada temannya yang bertanya tentangku…
Ya Allah, aku merindunya…
Merindu jas dan surban hijau yang biasa dikenakannya. Merindu wangi misk yang menguar saat aku sedang asyik bermain dan ia hendak menuju-Mu, sedang sapa tak lupa ia ucapkan padaku. Juga merindu ia mengelus kepalaku, lalu membaca beberapa doa.
Ya Allah, aku merindunya…
Merindu kenangan bersamanya. Saat di rumah sakit, dan kita hanya bertiga--bersama kakak sepupu yang seusiaku. Ia mengangkat sendiri selang infus, dengan berjalan tertatih menuju mushola kecil di sudut koridor yang kami lewati dengan tatap dan senyum para dokter juga pengunjung. Lalu dengan senyumnya, ia mengajakku shalat, satu shaf di belakangnya…
Ya Allah, aku merindunya…
Saat kami bersama menghitung keping-keping logam yang begitu banyak. Lalu dengannya, aku dibelikannya gula-gula.
Ya Allah, aku merindunya…
Merindu sosoknya yang biasa kujumpa di masjid kami. Merindu ia menyapa dan membelai kepalaku yang tertutup mukena, merindu suara khasnya yang biasa memanggil kami untuk menghadap pada-Mu.
Ya Allah, aku merindunya…
Merindu kelingking kami yang bertaut, saat aku meminta penegasan akan janjinya. Atau merindu di malam raya, saat abi tak sempat mengantarku, dan akhirnya kukayuh sepeda di malam yang terang berkat takbir yang bertalu, untuk sekedar melihat senyumnya, dan merasakan wangi keringatnya.
Ya Allah, aku merindunya…
Merindu ia yang sengaja datang ke rumahku, sekadar untuk membawakanku beberapa jajanan pasar. Merindu saat ia membiarkanku bergelayut di pundaknya, saat ia sedang berkumpul dengan teman-temannya. Merindu renyah tawanya ketika kuungkapkan keinginanku, memiliki hidung yang sama seperti miliknya…
Ya Allah, aku merindunya…
Saat ia mengantarku ke sekolah dengan sepeda ontanya, lalu kakiku terluka karena terkena jeruji, sebab aku begitu tak sabar untuk bercerita pada teman-temanku, bahwa dialah yang mengantar.
Ya Allah, aku merindunya…
Merindu ia yang membiarkan kaosnya basah sebab tangisku pada bidang dadanya. Merindu suaranya saat menenangkanku. Merindu canda yang biasa ia cipta jika berada di tengah-tengah kami.
Ya Allah, aku merindunya…
Merindu kesederhanaan itu. Merindu hatinya yang tak meninggi saat orang-orang di sekelilingnya, menaruh hormat padanya. Merindu ketulusannya mengabdi pada Tuhannya.
Ya Allah, aku merindunya…
Merindu merdu suara takbirnya di tanah lapang, yang kami dengar bermeter-meter jauhnya, kala di pagi raya.… Saat kami berbondong-bondong menuju ke arahnya, sembari merapal lafadz yang sama.
Ya Allah, aku merindunya…
Merindu ia yang berbisik di tengah kantukku, untuk meminta ijin dan mengabarkanku agar aku tidak mencarinya jika tiba-tiba aku terbangun, untuk mengimami shalat tarawih di Al Ittiba’ pada sepertiga malam yang dingin.
Ya Allah, aku merindunya…
Merindu saat ia mengajakku makan dengan hanya ikan asin dan sedikit kecap. Merindu saat aku cemburu ketika banyak kucing yang mendekatinya, dan ia sejenak melupakanku.
Ya Allah, aku merindunya…
Merindu ia yang dengan renyah tawanya, menenangkanku yang menangis keras, akibat gigitan monyet betina di kakiku saat tiba-tiba, aku datang dan langsung menghambur pada peluknya.
Ya Allah, aku merindunya…
Waktu bersamanya. Kenangan yang kami ukir. Safar bersamanya ke kebun binatang. Atau waktu kami yang menanti bunyi burung hantu di malam buta.
Ya Allah, aku merindunya…
Merindu ia yang mengajakku berbicara terakhir kali, melalui sambungan telepon, sebab jarak jauh yang memisahkan kita.
Ya Allah… aku merindunya. Merindu kenangan singkat kami yang dipisahkan oleh janji-Mu. Sebab yang bernyawa, pasti berbatas. Sebab tiada yang kekal, selain-Mu. Tapi benarkah Engkau tega? Saat berbulan-bulan tak kudapati senyumnya, dan tiba-tiba saja aku menjumpainya dengan teduh wajah yang sudah terbujur tanpa nyawa.
Ya Allah, malam itu aku menangis. Hingga berhari-hari setelahnya, aku masih saja menangis. Hatiku terasa sangat kebas. Aku merasa ada sebagian diriku yang hilang bersama hilangnya sosok tampan itu.
Tangisku semakin menderas ketika ummi mengabarkan, bahwa sebelum kepergiannya, ia terus menanyakan kabar kepulanganku.
Ya Allah, kini aku merindunya, lagi… setelah tiap-tiap usai shalat, rindu itu semakin menguat dan terus menguat.
Ya Allah, aku merindunya. Merindu seorang hamba yang mencintaiku tanpa tuntutan. Merindu hamba yang memberi kasih tanpa pamrih. Merindu hamba yang selalu membuatku bersyukur sebab Engkau pernah memberiku kesempatan untuk merasakan limpah cintanya.
Mbah Zaenal rahimahullah…

Semoga Allah menempatkanmu di tempat yang terbaik. Semoga Allah mempertemukan kita kelak di syurga. Allahu yarham, Aamiin... :')

(Ummi dan Mbah)

(Mbah dan Nabil)

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar