10 Juni 2013 pukul 14:07 *repost
Di keheningan senja
Dalam rinai tasbihnya
Teruntuk dia yang selalu kurindu,
Ramadhan…
Bismillaah…
Assalamu’alaykum Warohmatullahi Wabarokatuh…
Subuh tadi, Rajab telah mengucap kata kepadaku akan nada-nada yang mengalun pilu. Subuh tadi, tak kusangka Rajab telah bersiap meninggalkanku. Membiarkanku tertatih menuju jalan yang tak kutahu dapatkah aku meneguhkan pijakanku di bilangan bebatuan yang menghujam sendu.
Dalam rinai tasbihnya
Teruntuk dia yang selalu kurindu,
Ramadhan…
Bismillaah…
Assalamu’alaykum Warohmatullahi Wabarokatuh…
Subuh tadi, Rajab telah mengucap kata kepadaku akan nada-nada yang mengalun pilu. Subuh tadi, tak kusangka Rajab telah bersiap meninggalkanku. Membiarkanku tertatih menuju jalan yang tak kutahu dapatkah aku meneguhkan pijakanku di bilangan bebatuan yang menghujam sendu.
Ramadhan, aromamu telah menguar begitu lekatnya dalam sanubari kalbuku. Menjejaki seluruh rongga diselasar indera demi indera perasaku. Semerbak, indah. Ah, tak mampu kuurai satu demi satu percikan keajaiban yang selalu mampu kau cipta tiap alunan tahun yang beterbangan jauh.
Ramadhan, apa kabarmu? Ah, maafkan aku yang terlalu bodoh untuk menanyakan hal ini kepadamu. Kabarmu, sudah tentu selalu istimewa. Seistimewa surau kami yang gemerlapnya semakin benderang jika tiba saatmu.
Ramadhan, kemarin kulihat, di meja tempat abi biasa mengungkap seluruh asanya di sana, tergolek gemulai sepucuk surat mengenai dirimu. Ya, surat itu membicarakanmu. Tertulis di sana, sederet kalimat akan harapan sekumpulan orang yang merindui hadirmu.
Ta’mir masjid sudah bersiap menyambutmu bahkan sebelum Sya’ban menyapa. Pun begitu dengan para remaja masjid, jadwal pembagi ta’jil, festival anak shaleh, dan beragam riuh lainnya ramai kami cipta untuk menghormatimu. Ah, benarkah ini sebuah penghormatan? Aku harap begitu. Sama seperti para pemuda yang di kelamnya malam rela menyalakan obor untuk sekedar menabuh bambu. Atau meski adik kecil kami, selalu merenda gurau saat tarawih tiba.
Ramadhan, bukankah hanya engkau yang mampu membuat mereka demikian? Membuat ummi begitu memperhatikan hidangan di meja makan. Mencipta gempita saat tarawih usai, berebut tanda tangan kakak-kakak penceramah, tarawih on the road/safari ramadhan, ifthar on the road, buka bersama, ngabuburit, pesantren ramadhan. Ah, ramadhan, apalagi yang membuatmu tidak pantas untuk ditunggu? Hadirmu, begitu mampu memikat setiap kalbu.
Tahun lalu, kulihat warung-warung dipinggir jalan mulai memakai hijab. Ternyata mereka juga turut menghormatimu. Aurat tak lagi terumbar walau tak jarang mataku menangkap kaki-kaki yang terjulur di teriknya siangmu. Mungkinkah tahun ini juga demikian? Harapku, semoga tetap berada dalam keistiqomahan.
Ramadhan, belasan tahun sudah aku mengenalmu. Begitupun engkau yang dengan kelapangan hatimu mau menyibak tiraimu agar aku mampu menatap indahnya selasar surga. Ah, tapi apakah aku benar-benar memanfaatkan kebaikanmu tersebut? Kurasa, belum sempurna aku mengenalmu. Membaktikan hari demi hariku dengan kesibukan yang mengantarkanku pada kenikmatan surgawi. Pada kemenangan abadi, juga pada keindahan yang hakiki.
Ramadhan, masih terlampau banyak hal yang membuatmu selalu dirindu. Pada gemerlapnya seribu malammu. Saat tasbih bebintang terdengar begitu syahdu. Saat dzikir rembulan tak jua berhenti beradu dengan gemuruh ombak yang tak jua letih menderu.
Ramadhan, begitu ingin aku memeluk seribu bulanmu. Menelungsupkan sembab wajahku pada sajadah usangku. Lantas setelah itu, tertatih lisanku mengeja setiap ayat cinta di mushaf mungilku. Dan kau berkenan merengkuhku dalam pelukmu. Mengenalkanku dengan jelitanya bidadari surga, mengajakku bermain di beningnya aliran madu, dan memuaskan dahagaku dengan semerbaknya kesturimu.
Ramadhan, jika ternyata harap ini terlalu muluk, aku mohon engkau masih sudi membuka sedikit saja pintumu dan membiarkanku meraup gelimangnya cinta di seribu bulanmu. Membiarkan tangan-tanganku mencarinya walau kelak hanya beroleh serpihan debu. Membiarkan kakiku berpijak walau duri kan menancap sampai ia jemu.
Ramadhan, ijinkan aku kembali berada dalam naungmu...
Wassalamu’alaykum Warohmatullah...
Kendal, di penghujung Rajab
0 komentar