Pelajaran dari Perjalanan

By Zulfa Rahmatina - 1:14 PM

source: walpaper.us
Malas membuka WhatsApp, sepertinya saya jadi lebih rajin mengunjungi YouTube, tak henti-hentinya saya menyaksikan perkembangan Lion Air. Belakangan, saya memang tertarik mempelajari ekspresi wajah orang-orang yang tampil di layar kaca–atau layar YouTube saya. Lebih-lebih, selalu menarik melihat takdir bekerja. Terhindar dari maut karena terlambat, karena memajukan keberangkatan, karena membatalkan jadwal. Mendekati pusaran maut karena dipindahtugaskan, karena tuntutan pekerjaan, karena ingin mendaftar beasiswa tahfidz, karena mau menonton konser, karena usai menyaksikan pertandingan sepakbola, dan macam-macam karena yang lainnya. Lantas, bermunculan paparan mengenai, dia sosok ayah yang saleh, kakak yang peduli, suami yang pengertian, tetangga yang baik, anak yang santun, sahabat yang menyenangkan, ibu yang penuh kasih sayang.

Semakin menyelami berita ini, semakin banyak pertanyaan yang saya simpan. Yang paling menyesakkan karena saya tidak yakin akan mendapatkan jawabannya adalah pertanyaan mengenai, bagaimana orang-orang memandang eksistensi saya di dunia ini usai akhir hayat saya nanti. Apakah ada sedikit saja kebaikan yang saya miliki, yang kelak menjadi perantara bagi orang-orang yang garis hidupnya telah bersinggungan dengan garis hidup saya, untuk melangitkan do'a agar Allaah mengampuni dosa-dosa, menerima sedikit amalan saya dan menempatkan saya di surga-Nya. Sungguh memilukan memikirkan hal itu ketika menyadari amal saya begitu rombeng dan cacat di banyak bagian.

Tapi peristiwa ini mengajarkan banyak hal. New perspective of life, kata Sinta Yudisia. Kita jadi menghargai nilai rumah kita yang tidak terjerembab gempa meski kecil dan sesak. Kita menghargai kendaraan butut kita karena bukan ia yang terempas di laut. Kita akan lebih menghargai keberadaan keluarga, teman, atau pasangan seberapa pun menjengkelkannya mereka, sebab bukan mereka yang keberadaannya memenuhi kantung mayat.

Kita, seharusnya menjadi lebih menyadari hakikat kehidupan ini. Hakikat mengapa pagi ini kita masih bangun dari tidur dalam keadaan sehat, dalam keadaan masih dapat berinteraksi dengan orang-orang terkasih, masih dapat bertemu dengan hal-hal baru, masih dapat merisaukan masa depan, masih dapat berdebar-debar menunggu pesan seseorang, melonjak kegirangan karena berita bahagia, atau membenamkan tangis karena kabar yang menguntai duka. Kita, seharusnya menjadi lebih bijak dalam meniti hari-hari.

Sebab tak ada perjalanan yang tidak menyisakan pelajaran. Maka jika di tengah perjalanan nanti niat kita tak lagi lurus, terlebih niatku, maukah kau meluruskannya? 

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar