Meluruskan Niat

By Zulfa Rahmatina - 3:15 AM


Ada sebuah kutipan di buku Winning Mindset yang saya sepakati. Bunyinya, kurang lebih seperti, “Hal terbaik yang seharusnya kita syukuri adalah, kita bisa mengubah dunia hanya dengan mengubah pola pikir kita!” Benar, pola pikir! Di Fakultas Psikologi UMS, ada sebuah mata kuliah bernama Teknik Penyusunan Skripsi. Jika lulus dari mata kuliah ini, diharapkan mahasiswa telah mengantongi 3 bab proposal dan melanjutkan pengambilan data saat skripsi nanti. Di kampusmu, atau di fakultas lain, fase ini mungkin lebih akrab dengan sebutan sempro. Dan saya baru saja melewatinya.

Hal pertama yang saya syukuri dalam fase tersebut adalah berada di kelas dengan energi positif yang meluas. Pertama, tentu saja dari dosen pengampu yang mengenal saya dengan baik, dan saya mencoba memahami beliau dengan baik pula. Kedua, dari teman-teman satu kelas yang tentu punya tujuan akhir yang sama, hingga saling berlomba untuk memberikan yang terbaik (FYI, saya satu-satunya angkatan bawah yang mengambil kelas tersebut, jadi seluruh teman kelas dipastikan adalah kakak tingkat). Ketiga, di luar pembelajaran, saya bersyukur mempunyai teman sharing yang tidak saja menjadi tempat bertukar pikiran, pengalaman, keluh kesah, tapi juga pengingat sebenar-benar makna perjalanan ini.

Energi positif pertama yang saya dapat di kelas selanjutnya adalah penanaman pola pikir yang kuat bahwa, “Skripsi itu gampang!” Bagi yang mengambil dosen pengampu yang sama dengan saya, mungkin paham. Kami kemudian diminta menamai folder skripsi kami dengan sesuatu yang membangkitkan semangat tersebut. Maka, bermunculan lah nama-nama folder seperti ‘Skripsi Cintaku’, ‘Skripsweet’, dan bermacam nama lainnya. Lalu apakah sampai di satu saja? Tidak. Dosen pengampu meminta kami membuat timeline untuk memantau perkembangan skripsi, yang sejauh ini hal tersebut memberikan dampak menggembirakan bagi yang benar-benar menjaga komitmen.

Belakangan, teman-teman menghubungi saya untuk menanyakan banyak hal. Kekhawatiran apakah skripsi itu sulit, pertanyaan apakah pernah menjadi anak pers dan sering menulis membuat saya dimudahkan dalam urusan ini (meski tidak banyak, pengalaman tersebut sedikit banyak memang membantu), siapa dosen TPS yang sebaiknya mereka pilih, judul apa yang bisa mereka gunakan dalam penelitian, subjek seperti apa yang harus dicari, jurnal-jurnal apa yang harus mereka baca. Dan saya menjawab dengan kapasitas seorang teman saja. Jika dijabarkan, menurut saya ini ironi. Mereka sedang meminta pendapat pada seseorang yang di tengah perjalanan skripsinya, di semester ke tujuhnya, sedang dirundung bimbang.

Tidak perlu panjang lebar saya ceritakan. Di sebuah jalan juang, tidak ada yang pernah menjanjikan limpah kenyamanan, bukan? Tidak ada yang menjanjikan ia akan lurus dan mulus hingga ujungnya. Tentu saja kadang kita melewati kerikil-kerikil kecil, jalan berkelok, dan persimpangan yang membingungkan. Batu-batu sandungan itu bisa berbentuk teman yang meremehkan dan menertawakan perjuangan kita serta dengan arogan membanggakan perkembangan skripsinya sendiri saat kita sedang bersusah payah, kesulitan-kesulitan di penelitian yang akan dijalani, dosen pembimbing dengan segala ceritanya, hingga diri sendiri sebagai kolektor kecemasan terhadap sesuatu yang nyata-nyata belum terjadi.

Di titik ini saya seolah ditampar sebuah kenyataan bahwa lagi-lagi, saya belum mampu memahami kehendak Allaah dengan baik. Ketika melihat ke belakang, hampir-hampir saya membenamkan wajah dalam-dalam saat mungkin saja saya belum bisa memberi jawaban yang tepat akan beragam pertanyaan. Apa sih yang sedang saya lakukan? Apa yang sedang saya cari? Ada hal besar yang saya terlambat sadari bahwa urusan skripsi ini tidak hanya urusan duniawi saja. Tidak hanya siapa lulus cumlaude dan cepat adalah pencapaian diri terbaik di mata sebagian besar manusia. Tidak saja soal memburu gelar setelah bertahun-tahun melahap teori beragam. Setelah melalui beberapa langkah, fase ini kemudian menceritakan lebih terang kepada saya apa peran yang diembannya. Yaitu tentang pertanggungjawaban dengan Allaah atas ilmu-ilmu kita. Atas ikhtiar-ikhtiar kita. Atas doa-doa yang kita panjatkan.

Dari kesadaran tersebut, muncul pertanyaan lain. Apakah skripsi saya sudah lillaah? Apakah skripsi ini membuat saya semakin dekat dengan Allaah dan apakah skripsi saya bernilai ibadah. Saat menjawab satu per satu pertanyaan tersebut dengan tertatih-tatih, Allaah menampakkan kuasa-Nya dengan lebih terang. Dosen yang bersedia membimbing bagaimana pun cacatnya diri, teman-teman lain yang lebih menyenangkan dan menshalihkan di dalam perjuangan yang memberikan ruang lebih luas untuk memahami kita dan saling menguatkan, orang tua yang lebih intens memberi dukungan, serta orang-orang yang bahkan tidak kamu kenal tetapi memudahkanmu dalam setiap prosesnya karena doa-doa yang mereka panjatkan di sepertiga malam. Benarlah pemahaman bahwa Allaah tidak menutup satu pintu, kecuali membukakan pintu yang lain. Allaah tidak menguji, kecuali sesuai batas kesanggupan. Dan tiadalah kesulitan itu, kecuali ada kemudahan yang menyertainya. Jadi, mari sama-sama memperbaiki niat. Libatkan Allaah di setiap langkah. Pejuang tidak dilahirkan dari gelimang fasilitas dan kenyamanan. Lalu jika ditanya apakah skripsi itu gampang, lihat saja nanti!

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar