Pertemuan dengan Cleopatra

By Zulfa Rahmatina - 2:37 PM

Selasa, penghujung Januari di gerisik angin dan dedaunan yang lambai, pagi menjelang siang itu, saya kembali melihat wajahnya. Setelah bertahun sekian lama. Dia, masih serupa sebelumnya, hanya tampak lebih bahagia, tentu saja. 

Mungkin tersebab karena aliran Nil yang panjang mampu mendamaikan dan menyamankan hatinya yang dihantam rindu, berdentam-dentam memburu suatu rasa ambigu, rautnya tampak lebih bijak, lebih teduh dan menenangkan. 

“Ada berapa musim di Sudan?” saya membuka bincang. 

“Tiga musim. Musim dingin, musim panas, dan musim panas banget,” kelakarnya. Kami tertawa. Aisyah, nama dari seseorang yang saya ditakdirkan untuk saling mengenal itu, lalu memperkirakan jika Ramadhan esok adalah puncak panasnya suhu di Sudan, medan yang April nanti sudah harus kembali ia tapaki untuk belajar.

Kita memang tidak pernah tahu, keping episode hidup kita yang mana yang akan menjadi pengingat bagi diri atau bahkan inspirasi bagi sesiapa yang mentafakkuri. Tapi padanya, saya mendapati semua itu. Ia benar-benar pengembang mimpi-mimpi dan penabur inspirasi. 

Setelah panjang bercerita tentang PPI Timur Tengah, hingga PPI dunia, membicarakan kebiasaan orang-orang Afrika hingga ilmu membaca tulisan tangan atau grafology, Aisyah mengenang, “Waktu buat pasport, aku enggak ada kepikiran buat kuliah (di luar negeri). Ummi cuma bilang kalau ditanya petugas, nanti jawab buat sekolah saja. Ya, buat punya-punya aja dulu,”

Dan ia benar-benar melakukannya. Membuat pasport, mengatakan sepertinya akan sekolah dan sebentar lagi ia akan umroh. Lalu gadis itu menyerahkan ikhtiarnya kepada langit. Saya tahu kemudian dia berusaha sangat banyak, dan membisik harap dengan banyak pula.

Dan karunia-Nya, sungguh tidak akan pernah sejengkal pun mengkhianati mereka yang memiliki keyakinan utuh; bahwa Ia akan memberi apa yang kita butuhkan, bukan apa yang dipinta. Bahwa segala sesuatunya telah Ia susun dengan runtun dan sedemikian rupa. Bahwa tugas kita hanya agar selalu mengikhtiari kebaikan-kebaikan, apa pun rupanya. Lalu sebab keyakinan utuh dan ikhtiar yang selalu kita sentuh itu, kita pantas menerima curah hikmah yang bertabur-tabur. 

Saya melihat ke belakang, pada titik di mana saya berpisah dengan Aisyah hingga kemudian dipertemukan kembali. Begitu banyak yang telah terjadi. Begitu banyak goresan peristiwa di hati. Tapi benarkah semua yang telah terlewati, selalunya sesuai dengan apa yang dikehendaki? Pertemuan dengan Cleopatra Sudan itu memperbarui pemahaman saya tentang banyak hal. Terutama perihal keyakinan yang utuh dan penerimaan yang ikhlas. Bahwa jika saja kita berkaca pada Ibrahim, makhluk paling ikhlas di semesta, ikhlas dan ukurannya, tak selalunya tumbuh dari keringanan hati dalam mengeja amal atau menadah takdir.

Terima kasih pertemuannya, Aisyah. Selamat kembali berproses dan mengeja cinta. Sayang sekali kita tidak sempat berfoto dan mengabadikan pipimu yang kian menebal. Ah, sayang sekali kita tidak bisa tahu spoiler masa depan. Siapa tahu jika di pertemuan kita selanjutnya, kulitmu jadi eksotis dan kau sudah menimang keponakan untukku. Siapa tahu ... 



Kendal, 1 Februari 2017


Zulfa yang mau praktikum.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar