Ahistoris

By Zulfa Rahmatina - 6:00 AM


Terakhir (benar-benar) mengunjungi museum, seingat saya adalah ketika kelas dua-tiga SD. Kami ke Ronggowarsito, tentu saja. 2014 saya kembali ke monas dan masuk melihat diorama di sana. Saya ke Kota Tua, masuk Fatahillah, bosan dan beralih ke Batavia Cafe. Ya, hanya itu. Lalu jika butuh dihitung, setelah CFD di suatu pagi yang canggung, saya pernah mampir ke Radya Pustaka--tapi hanya duduk di selasarnya.

Melihat perjalanan hidup saya dalam memahami sejarah memang miris. Benar-benar seorang ahistoris. Saya pernah dihukum berdiri di depan kelas oleh guru sejarah SMA karena tidur dan ngobrol ketika beliau membaca LKS. Saat itu tentu saya merasa baik-baik saja, tapi belakangan saya menyadari sesuatu. Ketika ternyata, bagaimana pun ketidaksukaan saya akan sejarah, saya tetap membutuhkannya.

Membicarakan sejarah berarti membincangkan masa lalu. Saya sering merasa ini tidak penting. Memang apa yang kita dapat? Jika buruk, kita juga tidak bisa mengubahnya bukan? Lagipula perempuan memang lebih suka dengan lelaki yang datang untuk membicarakan masa depan, bukan masa lalu. Oke, saya melenceng.

Kembali ke sejarah, bahwa anggapan saya apakah masa lalu yang kelam sebaiknya dilupakan saja daripada diingat, rupanya akan mendapat pertentangan keras dari Friedrich Niezche yang menuturkan bahwa keduanya penting.

Mengingat masa silam perlu agar kita bisa bertahan hidup dan bahkan dapat merancang masa depan dengan baik. Kita juga perlu memiliki kemampuan melupakan masa lampau agar luka-luka batin tersembuhkan. Setelah bersepakat dengan hati, poin ini saya setujui.

Kemudian, mulai hari ini, saya sadar saya akan (menjadi) banyak berhubungan dengan masa lalu, dan ini bukan saja hanya tentang masa lalu saya. Saya harap, siapa pun yang saya libatkan dan percayai untuk membantu saya menyusuri masa lalu, bisa melakukan tugas mereka dengan baik. Dalam hal ini masa lalu membuat kita belajar bersama, tumbuh bersama. Saya juga semakin yakin jika saya seharusnya tidak menyesali apa pun, betapa perih dan pedihnya itu. Toh bukankah sejatinya, kita hanya kumpulan dari keping-keping episode masa lalu?

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar