Doa-doa yang Disemogakan

By Zulfa Rahmatina - 6:55 AM

Aku pernah ingin terbekukan oleh waktu yang terhenti. Saat kita menatap langit yang sama, dan menerka di titik rasi bintang yang mana do’a kita dipertemukan sebelum kita benar-benar dipersatukan. Aku pernah ingin kau tahu harapan apa yang kulangitkan saat gerimis menjadi hujan, saat berada di antara batas adzan, saat di sepertiga yang terpendam. Aku juga ingin detik jam berhenti berdetak sebentar saja, saat mungkin kau menyelipkan namaku pada daftar do’a-do’a panjang yang kau panjatkan di antara dua khutbah Jum’at.

Seorang penulis berkata, sebenar-benar pertemuan pertama kita ada di langit. Sebelum akhirnya kita diperjalankan hingga titik yang sama, untuk kemudian dipersatukan dalam sisi yang sama. Dan aku berharap kau juga mencariku di langit. Jika benar kau masih terus bertanya, masih ragu melangkah, masih khawatir apakah aku adalah tempat teduhmu yang tepat. Bertanyalah pada langit, saat mungkin namaku lintas dalam benakmu. Karena langit selalu tahu, ia tahu semua rahasia-rahasia ini. Apa kau setuju?

Kadang aku juga pernah sangat ingin kau tahu apa yang kurasakan setiap kali pertemuan-pertemuan kita selalu terbayang. Kata-katamu, senyum, juga pendar bola mata yang selalu mampu membuatku bisu. Atau, aku pernah ingin kau tahu, saat segala yang kau lakukan begitu mengejutkanku. Seperti pembicaraan yang kau mulai dengan hati-hati. Seperti sapa yang tak lupa kau ucap saat kau menemuiku di sebuah persimpangan.

Dan aku pernah ingin meminta maaf padamu. Untuk semua perasaan ini, untuk ketergesaan ini. Aku tahu, segala sesuatu tidak akan terjadi sebelum waktunya meski kita selalu merasa terburu-buru. Aku tahu, sebagai lelaki, di malam yang pekat, kau mungkin harus benar-benar bertanya pada hatimu tentang sebuah keputusan dalam menentukan penggenap tepat yang akan menjadikanmu lengkap.

Tetapi kau harus tahu, aku pernah ingin kau mendengar ucapan terima kasihku yang kutitipkan lewat angin yang masuk melalui celah jendela kamarmu. Aku hanya ingin berterima kasih, meski tanpa kau tahu, ada saat di mana aku menyadari, pertemuan kita tiba-tiba saja menjadikanku benar-benar gugup dan tidak tahu bagaimana menyikapi perasaan-perasaan ini. Menjadikanku selalu dipenuhi asumsi. Menjadikanku perangkai cerita-cerita. Menjadikanku pemungut kenangan dan kata-kata. Menjadikanku pemindai pendar bola mata.

Namun setidaknya aku tahu, berada dalam posisi ini membuatku belajar bersabar untuk banyak hal. Kesabaran memang hal terbaik yang seharusnya saat ini kita usahakan, bukan? Sebelum kita benar-benar menuai buah yang kita perjuangkan. Kau tahu? Mudah saja bagi Tuhan untuk mengatur segala urusan seperti perasaan-perasaan ini. Bahkan, mudah saja bagi-Nya mengatur suatu pertemuan jika benar akhirnya kita akan dipersatukan. Percaya saja, Allah adalah penggenggam terbaik setiap doa. Dan akhirnya, aku pernah ingin kalimat yang kita rangkai sebagai harapan sederhana yang tulus, menjadi butir-butir do’a yang disemogakan.


Surakarta, 7 Agustus 2016

Pagi ini, bagaimana kabarmu? Apa kau baik-baik saja? 
Apakah kau memiliki malam yang menyenangkan? 
Apa kau sedang merindu? Atau kau sedang berdoa? 
Apa itu untukku? 
Aku ingin tahu … 

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar