Kunjungan ke RSJD

By Zulfa Rahmatina - 3:12 PM


Mata Kuliah    : Teori Kepribadian
Observer          : Zulfa Rahma


Gambar: Google


Jadwal kunjungan: Rabu, 6 April 2016

Identitas Pasien
Nama   : X
Usia     : 12 tahun

Hasil Observasi
Saat observer datang di bangsal VIP sebuah RSJ Daerah, X yang baru saja menimbang berat badannya di ruang depan dengan tatapan kosong, terus menangis dan mengeluhkan sakit gatal (scabies) yang dideritanya. Kulitnya melepuh dan berdarah di beberapa bagian. Ia selalu menanggapi jawaban-jawaban ibunya atas pertanyaan yang diajukan observer, masih sambil menangis. Sesekali, ia mengadukan temannya yang diakuinya melakukan kekerasan fisik terhadapnya, menyontek, bullying, dan selalu meminta ibunya untuk percaya bahwa dia dipaksa teman-temannya masuk ke warnet pada ‘Jum’at keluaran’ di pesantren.

Sesekali sarung X tersingkap dan dia segera menutupnya karena memahami batas-batas aurat. Kalimatnya berulang saat ia mencoba memberi pemahaman pada dirinya sendiri, “Aurat aurat aurat, tidak boleh dibuka, buka, buka …” juga ketika ibunya memintanya untuk bersabar dengan penyakit yang X derita. “Ss .. es … ess, sho, babar. Sho-bar.

Meski begitu, ia memahami pertanyaan observer dan tanggap terhadap kalimat ibunya. Saat ditanya tentang keluarga yang lain (adik-adiknya), ia dapat menyebutkan nama dan jenjang pendidikan adik-adiknya dengan baik. X mengaku mahir dalam Bahasa Arab dan menunjukkan kemampuannya dengan menyebutkan kata ganti dan kata tunjuk dalam Bahasa Arab melalui suatu nyanyian. Observer juga mencoba berbincang dengan Bahasa Arab ringan yang dijawab X dengan susunan kata yang baik, meski masih sambil terus menangis. Sesekali X bersholawat, membaca istighfar, takbir, dan meminta observer untuk mendoakan kesembuhannya agar bisa kembali pada keluarga yang sudah dirinduinya. X juga sangat baik dalam berbahasa Jawa krama inggil.
            
X terus meyakinkan observer jika teman-temannya di pesantren menjahilinya. Sesekali tiba-tiba, berulang ia mengucapkan kalimat yang membuatnya menangis histeris saat mengatakannya, “Medal terusmedal terus.” Dalam kunjungan observer saat itu, kalimat ini muncul berulang secara random tanpa ada stimulus.
              
X meminum obat dari RSJD dan mengaku mengalami kesulitan tidur karena pusing dan panas. Ada saat X memainkan jam tangan salah satu observer, dan dia membaca jam dengan baik. Tetapi, X terkejut ketika tahu bahwa saat itu sudah masuk waktu pagi. Ibu X menjelaskan bahwa X melakukan sholat ashar 2 rakaat, dan maghrib 3 rakaat.

Landasan Teori
Halusinasi

Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indra tanpa adanya rangsangan eskternal (Stuart & Larala, 2001). Halusinasi merupakan gangguan persepsi di mana pasien mempersepsikan sesuatu yang tidak terjadi.
         Secara umum, klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1.      Biologis
Gangguan dalam komunikasi dari putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan secara selektif untuk menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2.      Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3.      Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

Pembahasan

X adalah remaja lugu yang sedang masuk dalam fase pubertas. Ia termasuk anak yang pintar dan sopan, juga terlalu polos. Melihatnya seperti ditampakkan kertas putih yang hanya berisi beberapa goresan yang lurus dan teratur.

Pengaruh lingkungan teman-teman yang buruk menandai awal mula penderitaannya. Ia menangis keras saat halusinasi tentang film porno (Blue Film) yang ditontonnya akibat paksaan teman-teman pesantrennya, termanifestasi dalam kalimat yang diucapkannya beriring rintih, “Medal terus …” (keluar terus-red). Maksud kalimatnya adalah, sperma yang terus keluar.

Mentalnya yang belum terlalu kuat, semakin terguncang ketika tekanan demi tekanan didapatkannya seperti bullying, dsb. Meski di awal tidak mempengaruhi pelajarannya dan dia masih berkeinginan tinggal di pesantren ketika sang ibu mengajaknya izin pulang guna memeriksakan scabies-nya, X menolak, belakangan ia enggan kembali lagi ke pesantren dan terus menangis dan terpenjara dalam halusinasinya yang belum dapat dikontrolnya dengan baik.

Kesimpulan
  • Halusinasi dengan orientasi seksual yang dialami X membuat ia merasa sangat tertekan.
  • Sang ibu mencoba melatih menghardik halusinasinya dengan terus mengingatkan untuk membuang ‘yang terus keluar-keluar’,  karena itu bukan sesuatu yang baik.
  • Karena halusinasi ini muncul tanpa adanya rangsangan (stimulus), terapi dengan mengajaknya berbincang agar melupakan halusinasinya cenderung kurang memberi dampak atau pengaruh.


  • Share:

You Might Also Like

0 komentar