Segala
kerusuhan ini rupanya berawal dari sebuah kulum senyum di suatu senja pada
sebalik daun pintu itu. Kamu menyapa. Kamu berbicara. Kamu melepas tawa. Kamu
melempar canda.
Aku
malu-malu ingin merangkum wajahmu dalam pupil kecilku. Aku menunggu
cerita-cerita tentang dirimu yang kau umbar dengan lugu. Aku menikmati berjarak
denganmu, lalu merasakan perasaan yang sering disebut rindu. Pelik sekali
urusan ini!
Kenapa
seperti ini? Perasaan ingin bertemu. Ingin bersama dalam satu ruang waktu meski
bibir menjadi kelu dan beku. Ingin berjalan bersisian hanya dalam suatu kelam
yang diam. Ingin rintih hujan lebih lama deru agar terbekukan oleh kebersamaan
yang syahdu.
Ingin,
membiarkan perasaan-perasaaan yang tidak terjelaskan ini semakin kuat mengakar.
Pelik sekali urusan ini!
Aku
menahan mataku untuk menatap matamu, tetapi ingatanku dengan bebalnya
mengabadikan seluruh senyummu. Dan masing-masing kita sungguh sebenarnya
teramat tahu, bukankah ini sesuatu musibah yang nyata? Meski fitrah, meski
mubah ... Ada sekeping hati yang menjadi bernoda. Penuh bercak. Penuh kerak.
Ada kepingan hati lain yang terluka. Menganga. Pedih. Perih.
Maka
bagaimana jika kita mulai memangkas kenangan saja? Seperti keputusanku suatu
lalu. Menghentikan temu, melupakan segala semu, mengenyahkan perasaan-perasaan
yang mengganggu. Karena sungguh, cinta tak seharusnya seperti itu.
Cinta
sudah selayaknya membuat kita mengerti bagaimana mengenal dengan baik, memahami
dengan baik, memutuskan sikap dan langkah-langkah yang baik ...
Sebab
itulah, bagaimana jika kita mengusahakan semua itu? Dengan memangkas semua
kenangan yang lalu. Menutupnya rapat dalam botol kaca, membuangnya jauh hingga
luput dalam pandangan mata.
Siapa
yang bilang semua ini mudah? Tentang keputusan untuk mengakhiri semua fitrah
itu dan mengembalikannya pada suatu bening yang suci memang tidak mudah. Tidak
akan pernah mudah ...
Tapi
semoga, selain semua kenangan yang kita pangkas dan luluhkan, kamu tidak akan
terlupa jika ... sebuah kebaikan tidak akan pernah mengingkari janji. Ikhlas
melepaskan, kembali bersabar dalam penantian, meneruskan perjuangan untuk terus
dapat memantaskan. Kita, selalu akan dipertemukan jika memang demikianlah yang
digariskan. Kita, tetap akan dipisahkan jika memang begitulah yang ditakdirkan.
Maka
setelah kita pangkas semua kenangan itu, selamat mengusahakan
kebaikan-kebaikan! Selamat berpasrah dengan sebaik-baik penyerahan. Selamat
dikejutkan oleh sebaik-baik keputusan. Selamat memangkas kenangan!
1 komentar
oh, so sweet. amiin
ReplyDelete