Sementara Aku

By Zulfa Rahmatina - 5:38 PM

Sementara aku menatap jarum jam yang bergerak lambat, mungkin saat itu kau sedang berada di stasiun untuk menunggu jadwal keberangkatan kereta terakhir. Membersamai senja yang luruh dengan sisa corak sinar peraknya di awan.
Sementara aku menyibak buku-buku berdebu di perpustakaan, mungkin kau sedang berada di laboratorium pikirmu, mereka-reka sesuatu yang mengganggu mimpi-mimpi dalam tidurmu.

Sementara aku sedang mengayuh sepedaku, mungkin di saat yang sama, kau tengah berada di sebuah lingkaran. Membicarakan negeri-negeri yang jauh dengan mata berkaca. Membayang anak-anak yang berlumur tangis dan luka.
Sementara aku terus meresahkan waktu yang berputar cepat, mungkin kau sedang memikirkan sebuah tindakan yang baik. Untuk suatu urusan yang baik, dengan orang-orang baik, pada suatu kesempatan dan waktu yang terbaik.

 
Dan di antara kita tidak pernah saling sapa. Mungkin, bahkan ketika kita pernah berada di satu gerbong kereta dengan jadwal keberangkatan yang sama. Berhadapan di suatu rak buku yang sama. Menyeduh secangkir kopi di meja seberang dengan menatap langit yang sama. Dan masing-masing kita hanya hanyut dalam diam yang sama.

Aku tidak menyesal. Aku sama sekali tidak menyesal kenapa kita tidak langsung dipertemukan selain setelah melewati sebuah perjalanan yang panjang. Aku tidak menyesal meski seluruh pertanyaan ini, kutahu, tidak akan pernah terjawab secara utuh. Aku tidak menyesal. Karena kita saling memahami bahwa Dia sedang memberi kita kesempatan untuk menempuh dan mengusahakan satu tujuan yang sama.

Aku tidak menyesal tidak mengenalmu lebih cepat. Dengan itu, bukankah aku akan lebih leluasa bertanya kepadamu tentang apa-apa yang tidak kutahu? Dan kau menjawab semua tanya itu lewat satu senyum yang baru kukenali. Senyum yang kau tunjukkan hanya kepadaku. Nanti, bolehkan aku bertanya? Kenapa kau akhirnya memilihku?

Aku sungguh-sungguh sama sekali tidak menyesal. Ketika masing-masing kita dipertemukan di ujung jalan pencarian setelah satu per satu jarak yang jauh menjadi lebur karena untaian doa yang kita mohonkan. Lalu mulai saat itu, ada satu nama yang terus kusebut agar selalu mendapat penjagaan hingga subuh. Sementara langit tersenyum mendengar apa yang kuminta, kau memohonkan suatu hal yang sama.


Surakarta, (30/01).

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar