Jejak Hujan yang Hilang

By Zulfa Rahmatina - 10:16 AM

Sepertinya aku bermimpi. Ah, tidak. Tidak. Rasa-rasanya ini memang mimpi. Terlalu banyak sekali hal yang dapat menjelaskan betapa semua yang aku kira nyata ini ternyata adalah mimpi. Bukan lagi sebuah duga, dan ini memang benar-benar mimpi. Tapi, kenapa semuanya terasa sangat nyata? Dan hangat…?

Tuanku, di balik cekung mataku yang semakin dalam, lagi-lagi aku seakan melihatmu. Dengan seulas senyum, tentu. Kau hadir diantar hujan. Mula-mula bersama rintik yang mencipta selaksa desir-desir halus manis di rongga dadaku. Lalu menderas, membuat hatiku ingin sekali menangis haru seperti ketika sebuah perjumpaan tak diduga, tiba di tengah dahsyatnya amukan rindu.

Tuanku, dengarkan kataku baik-baik, ya? Nyata, itu hujan. Sungguh. Aku tidak mengada-ada. Meski siang kemarin aku mengeluhkan mentari yang begitu terik membakar ketika aku sedang mengantar teman baruku, seseorang dari negeri Matahari Terbit untuk suatu keperluan.

Tuanku, aku berani bersumpah. Aku merasakan lagi kesyahduan tetes-tetes air tumpah itu. Aku menghidu dan memenuhi paruku dengan aroma basah tanah yang terkena hujan. Aku bahkan merasa gigil. Aku juga bisa membawakan kalender meja pada Tuan dan memperlihatkan perjalanan bulan. Bukankah ini juga memang saat-saat hujan seharusnya menyapa bumi? Yah, aku tahu. Sedikit banyak, dunia memang sudah mulai membingungkan. Cuaca seringkali tidak tertebak. Bukan hal yang aneh jika Tuan memang mempertanyakan kabar yang kubawa. Apalagi yang berhubungan denganmu. Perjumpaan dengan Tuan.

Oh, tapi Tuan, sayang sekali. Jika yang akan Tuan tanyakan adalah apakah ada pelangi yang bisa menguatkan ceritaku? Sungguh sayang, aku tidak melihatnya. Mungkin saat ini pelangi sedang melakukan tugas-tugasnya yang lain. Atau bisa saja ia sedang bermain-main dengan para bidadari. Sudah lama sekali kita tidak saling bertegur sapa. Padahal, aku ingin menemuinya. Dan menceritakan semua tentang Tuan pada pelangi. Ah, aku tidak tahan membayangkan pelangi pasti akan menggodaku hingga pipiku bersemu jika mulutku tidak kelu karena terlalu senang ketika akan menceritakan tentangmu.

Tuanku, kau percaya bukan? Aku ini tidak suka membual. Dan aku berharap, Tuan tidak juga membuat bualan. Meski sepertinya, semua kekatamu, sebual apa pun itu dan meskipun aku mengetahui itu hanya bualan, akan kuterima dengan hati yang selapang dan seceria kebun bunga matahari. Aku … ah, bagaimana mengatakannya? Aku … Tuan, aku … kenapa Tuan … maksudku, kenapa senyum Tuan pada hujan kala itu … bisa membuatku merasa hangat meski sedang gigil hebat? Juga kenapa setelah siluet, aku masih bisa jelas menatapmu meski mataku mengembun? Aku tahu, Tuan lebih banyak mengetahui apa yang tidak kuketahui. Tapi, maaf telah menanyakan ini. Apakah Tuan mempelajari sihir?

Subuh tadi, saat mataku masih sangat ingin pejam, terantuk-antuk kakiku berjalan menyusuri lorong. Berusaha menggapai berapat-rapat dalam shaf-shaf panjang. Ada yang perlu Tuan tahu. Lekat sekali dengan indera pembauku, rasanya aku masih mencium tanah yang basah.

Seiring meningginya matahari, bersamaan dengan langkah-langkah yang lebih banyak kubuat, empat puluh lima anak tangga, enam puluh, tujuh puluh tiga …
Aku berhenti. Memaku menatap serak dedaunan jatuh yang menguning. Desir angin masih kencang menyapa. Tapi, sepertinya ada sesuatu yang salah di bingkai episode pagi ini.

Hei, coba jelaskan, di mana tanah basah itu?
Ya, sisa hujan semalam.
Astaga ... secepat itukah menghilang? Sementara sepertinya, separuh dari jumlah volume air yang disimpan awan, telah dihamburkan semalaman.
Di mana sisa hujan itu? Tanah yang basah, debu-debu yang seharusnya masih melanjutkan tidur dan tidak mengganggu pernapasanku yang mulai memberat.

Tunggu, ada yang lebih penting dari mencari jejak rintik hujan.
Tuan, di manakah Tuan?

Semalam, Tuan datang, bukan? Kita bertemu. Aku mengingatnya. 
Sungguh …


  • Share:

You Might Also Like

5 komentar

  1. wowww ... keren tulisannya bkin ketagihan bacanya ,,hehehe

    ReplyDelete
  2. Pokoknya keren deh, zulfaa....gimana ya bisa buat tuh tulisan keren gitu

    ReplyDelete
  3. Pokoknya keren deh, zulfaa....gimana ya bisa buat tuh tulisan keren gitu

    ReplyDelete