Sekolah Pra Nikah #3: Seni Memilih Pasangan

By Zulfa Rahmatina - 5:56 PM

 


Berbicara mengenai seni memilih pasangan dari sudut pandang dan prinsip-prinsip agama kita sebenarnya tidaklah rumit. Mencari jodoh dalam bingkai Islam itu tidak rumit, tidak pelik, tidak berbelit-belit. Prinsip sederhananya adalah jangan mempersulit yang dimudahkan oleh agama, dan jangan merumitkan yang sederhana sebagaimana jangan pula memudah-mudahkan yang jelas aturannya. Islam itu mudah tetapi jangan dimudah-mudahkan. Kemudian prinsip yang kedua adalah sebaik-baik perkataan adalah kalamullah. Khairul kalaam, kalamullaah. Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk dari Rasulullah Muhammad saw. Maka kita perlu perhatikan kedua-duanya dengan seksama, karena padanya ada kebaikan.

Pernikahan merupakan sesuatu yang serius. Sebab kita tahu pernikahan merupakan salah satu dari tiga perjanjian yang paling berat di sisi Allah swt. Karena itu, tidak mungkin sesuatu yang sangat berat dan serius tersebut tidak memiliki tuntunan, koridor, atau parameter yang jelas untuk mencapainya. Tentulah hal-hal pokok dan fundamentalnya agar kita dapat menjaga dan memasuki pernikahan tersebut sudah diatur sedemikian rupa.

Memilih Karena Komitmennya

Hadits yang sangat masyhur berkenaan jodoh adalah Wanita dinikahi karena 4 hal: hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya,” (HR Bukhari).

Pertanyaannya adalah, yang disampaikan oleh beliau shalallahu ‘alaihi wassalaam tersebut merupakan perintah atau kabar? Di sini Rasulullah baru mengabarkan apa yang biasa menjadi pertimbangan manusia di dalam memilih jodohnya. Dalam hal ini, kita belum sampai para perintah Rasulullah saw. Lalu berikutnya beliau mengatakan “Maka pilihlah yang beragama, niscaya kamu akan memperoleh keberuntungan yang sangat besar,”

Perintah Rasulullah tidak terletak pada agamanya, tetapi hal yang lebih mendasar lagi. Yakni, dzaatid-diin, yang berkenaan dengan komitmen agamanya, kecenderungannya dengan agama Allah, kesungguhannya kepada Islam. Seseorang yang dzaatid-diinnya bagus walaupun andaikata ilmunya dalam soal agama masih sedikit, tetapi dalam setiap urusan ketika dia menjumpai segala sesuatu dia berusaha mengikatkan dirinya untuk tunduk di bawah kemauan agama Allah. Sebaliknya, boleh jadi seseorang memiliki pengetahuan agama yang sangat luas, tetapi dzaatid-diin atau kadar keberagamaan dalam dirinya, komitmennya kepada agama Allah, serta kesungguhannya terhadap Islam sangat kecil atau sangat rendah. Sehingga dalam urusan ini yang menjadi pertimbangan kita bukan luas dan sempitnya pengetahuan seseorang mengenai pengetahuan agama Allah swt, bukan mendalam atau banyak dan sedikitnya ilmu tentang agama, tetapi sebesar apa kesungguhan, keseriusan, dan sekuat apa kemauan dia untuk mengikat diri pada agama Allah swt. Sehingga dalam segala urusan, dia berusaha untuk menyesuaikan dirinya dengan agama. Bukan sebaliknya ketika dia sudah memiliki pandangan, sikap, dan pilihan-pilihan lalu menundukkan dalil kepada kemauannya, pikiran, dan sikapnya. Bukan seperti itu.

Makna pilihlah dari kadar keberagamaannya ialah bahwa yang pantas bagi orang yang memiliki agama dan adab yang baik ialah hendaklah agama itu menjadi pertimbangannya dalam segala hal, terutama berkenaan dengan pendamping hidup. Sebab itu perintah Nabi untuk mencari pasangan dengan kadar beragama yang tinggi, yang merupakan puncak dari sebuah pencarian

Mengenali Kadar Keagamaan dalam Diri Seseorang

Cerminan kadar keberagamaan yang tinggi itu ada pada adabnya kepada agama Allah swt, komitmennya kepada agama yakni dinul Islam yang haq lagi hanif, dan dorongan untuk mempelajari agama Allaah swt. Jadi orang tersebut ilmunya mungkin masih dangkal, pengetahuannya sedikit, tetapi jika dia memiliki dzaatid-diin dengan dorongan dan kecintaan kepada agama yang sangat kuat maka akan lahirlah dorongan pada dirinya untuk mempelajari agama. Tetapi sebaliknya walaupun luas pengetahuan tetapi jika dia tidak memiliki kadar keberagamaan yang kokoh pada dirinya maka luasnya pengetahuan dan dalamnya pemahaman tidak mempengaruhi pilihan dan tindakannya. Sehingga betapapun dia telah memahami apa yang diperintahkan dan dititahkan oleh Allah swt dalam QS Annur: 26 bahwa wanita keji untuk laki-laki yang keji, sebaliknya wanita yang baik untuk laki-laki yang baik, pertimbangannya tidak pada koridor tersebut. Sebab sangat mungkin seseorang berpengetahuan luas, tetapi komitmennya tidak berbanding lurus.

Maka sudah seharusnya sejak awal kita meletakkan komitmen terhadap agama sebagai urusan terpenting baik pertimbangannya dengan alasan menikah, pertimbangan memilih, dan kualifikasi orang yang kita pilih berkenaan dengan komitmennya dalam beragama, bukan karena luas pengetahuannya. Komitmen akan memudahkan seseorang melaksanakan perintah agama dan menyempurnakannya.

Kafaah: Kesetaraan dalam Pasangan

Pembicaraan terkait kesederajatan antar pasangan kaitannya hanya satu hal, yakni dengan dzaatid-diin. Sebaik apa kecondongannya kepada Allah. Jadi sekufu adalah pada orang yang komitmen dan kecondongannya pada agama Allah swt berada pada level yang setara. Bukan pengetahuan atau yang lain-lain. Akan tetapi ukuran atau parameter kebaikan seseorang itu terlihat dari baik buruknya akhlak dia. Maka orang yang baik itu seharusnya untuk orang yang baik pula.

Kesetaraan diukur dari komitmen seseorang terhadap agama. Bukan dari parasnya, suku, jenjang pendidikan, dan lain sebagainya. Sebab itulah sebaiknya kita lebih mendahulukan pada apa yang sebenarnya telah digariskan. Jika agama ini tidak merumit-rumitkan menambah kualifikasi yang berbelit, maka cukuplah sampai di situ. Selanjutnya tanyakan kepada diri kita apakah ada kecondongan atau belum. Bukan menilai sudah terdapatnya cinta atau bukan. Tetapi kebanyakan generasi sahabat sangat sedikit yang membangun rumah tangga di atas cinta, tetapi kebanyakan sahabat menikahi pasangannya atas dasar Islam, menyambung nasab, atau untuk berbuat ihsan.

Sumber-sumber Kebahagiaan

Ada tiga sumber kebahagiaan sebagaimana yang di dalam hadits riwayat Ahmad, mar’ah shalihah, maskan (rumah) yang shalih, dan markab (kendaraan) yang shalih. Artinya sesuatu itu mendorong kepada kebaikan dan menjauhkan daripada keburukan. Sebab itulah dalam ketiga urusan ini harus kita perhatikan.

Kebahagiaan sendiri bukanlah sebuah tujuan pernikahan, tetapi jika pernikahan tersebut berkah maka dengan sendirinya di dalamnya ada kebahagiaan. Sebab kebahagiaan merupakan salah satu komponen yang ada di dalam makna barakah. Maka kebahagiaan itu adalah akibat dari berkah, bukan tujuan atau buruan yang diinginkan dalam sebuah pernikahan.

Sebab keutuhan rumah tangga bukan lah berasal dari seberapa lama dan jauh kita mengenal pasangan, atau bukan dari seberapa banyak kesamaan, tetapi pada kesadaran kita untuk menyadari kebaikan-kebaikan dan kemuliaan akhlaknya.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar