Mulazamah #1: Masjid Sebagai Basis Ilmu

By Zulfa Rahmatina - 9:36 PM

Di masa pandemi ini, Mulazamah Mahasiswa Mushab bin Umair mengadakan kelas online dengan tema ‘Pemuda Maksimal Peran’. Tetapi, saat itu saya yang sedang sibuk mengerjakan suatu proyek akhirnya terlambat untuk mendaftar kelas tersebut. Saya mengetahui pendaftaran telah ditutup bahkan satu hari setelahnya. Padahal ketika mengecek akun instagram resmi mulazamah mahasiswa, kabar penutupan pendaftaran itu diunggah setiap hari sebelum akhirnya ditutup. Di tengah kekecewaan, saya berdoa agar memiliki kesempatan yang lebih baik lagi. Saya pun berjanji dengan diri saya sendiri untuk tidak menunda-nunda melakukan kebaikan—dalam kasus ini, tidak menunda mendaftar kelas online.

 

Surprisingly, ketika tanggal 11 saya menemukan info perpanjangan pendaftaran program Global Quranic Student—dan saya segera mendaftar, di tanggal 11 sebakda maghrib pula saya mendapat undangan di grup alumni mulazamah bahwa alumni diperkenankan mengikuti kelas online, dan tentu saja tidak harus mendaftar. Maasyaa Allaah, indah sekali cara Allah menghibur hamba-Nya. Jadi atas kebaikan pengurus mulazamah dan tentu saja atas izin Allah, saya bisa mengikuti kelas online mulazamah :))

 

Sesi pertama online class kali ini mengangkat topik Masjid Sebagai Basis Ilmu


Berikut sedikit rangkumannya:

Masjid adalah tempat yang paling baik di muka bumi. Masjid adalah rumah Allah, tempat yang sangat mulia dan sangat utama untuk kegiatan ibadah umat Islam seperti sholat, berdzikir, dan kegiatan ta’lim. Karena itulah, Allah swt begitu mencintai masjid dan orang-orang yang berjalan menuju masjid untuk beribadah.

 

وَأَنَّ ٱلْمَسَٰجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا۟ مَعَ ٱللَّهِ أَحَدًا

Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allaah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya, di samping (menyembah) Allah

[Quran Surat Al-Jin: 18]

 

Dari awal berdirinya, masjid adalah milik Allah, bukan milik pembangun masjid, yayasan, atau takmir masjid. Karena telah Diwakafkan untuk Allah, maka harus diatur dengan aturan Allah SWT. Segala sesuatu yang ada di dalam masjid harus diatur sesuai aturan Allaah SWT, bukan aturan kita. Kita tidak boleh mengatur masjid-masjid dengan aturan yang sesuai kehendak hawa nafsu kita, terlebih dengan aturan-aturan yang menentang aturan Allah.

 

Kriteria Pemakmur Masjid

Quran surah At taubah mengajarkan kepada kita kriteria orang-orang yang hendak memakmurkan masjid sesuai kriteria Allaah SWT.  Walau di ayat sebelumnya Allah memberi tahu kita bahwa ada sebagian orang-orang musyrik yang ingin turut serta memakmurkan masjid, padahal mereka kafir. Jadi artinya, ada di antara orang-orang musyrik itu yg akan memakmurkan masjid, tetapi ia tidak berhak dan layak, serta amalnya hanya akan menjadi sia-sia. Beberapa kriteria pemakmur masjid yang disebut di dalam surat At-Taubah (18) adalah sebagai berikut:

1.      Beriman

Tidak diterima amal bagi para pemakmur masjid, kecuali dia adalah orang yang beriman. Bukan orang-orang musyrik yang menyekutukan Allah.

2.      Mendirikan shalat

3.      Beriman dengan hari akhir

4.      Menunaikan zakat

5.      Tidak takut kecuali kepada Allaah SWT.

 

Salah satu aturan-aturan Allah adalah bagaimana para pemakmur masjid (takmir masjid) memiliki kriteria-kriteria tadi, hal yang harusnya berusaha kita hadirkan pula dan kita penuhi. Selain itu, para pemakmur masjid hendaknya juga senang atau cinta menyucikan diri (entah hatinya atau jasadnya), sebab Allah mencintai orang-orang yang mensucikan hatinya secara dhohir maupun bathin. Jadi jangan pergi ke masjid dengan membawa hasad, atau dengki.

 

Masjid dan Golongan Munafik

Dalam surat At-Taubah (107) pula, Allah SWT berfirman bahwa ada di antara orang munafik atau orang-orang yang tidak suka dengan islam, tetapi turut membangun masjid.

 

وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُوا۟ مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًۢا بَيْنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِّمَنْ حَارَبَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ مِن قَبْلُ ۚ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَآ إِلَّا ٱلْحُسْنَىٰ ۖ وَٱللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَٰذِبُونَ

Tujuan orang-orang munafik tersebut di antaranya adalah untuk:

1.      membahayakan (dhiror) kaum muslimin, atau untuk memerangi syariat islam—bukan untuk syiar atau meninggikan kalimat Allah SWT.

2.      Di dalamnya dilakukan pula kemusyrikan dan kekufuran secara nyata, termasuk menyekutukan Allah SWT—seperti di dalam masjid, tapi meminta kepada selain Allaah SWT.

3.      Memecah belah kaum muslimin

4.      Sebagai tempat teropong (mata-mata) bagi kaum muslimin.

Hal ini yang harusnya menjadi muhasabah bagi para pemakmur masjid agar menjaga masjid dari kekufuran (seperti terdapatnya makam yang dijadikan tempat meminta hajat, berdoa dan menyembah kepada selain Allah, dan lain sebagainya)

 

Masjid Dalam Ayat-ayat Al-Qur’an

Dalam surat An-Nur 35-37, Allaah mengabarkan fungsi masjid yakni sebagai sarana memanjatkan dzikir kepada Allah baik di awal pagi, atau menjelang malam, serta meninggikan nama-nama-Nya.

 

Alasan Allah banyak membahas masjid di dalam surat At Taubah (selain membahas tentang orang-orang munafik). Sebab Allah ingin menampakkan bahwa tidak ada balasan baik bagi orang munafik, yakni adalah yang bersyahadat kepada Allah, dhahirnya Islam, namun batinnya sangat benci dengan Islam.

 

Masjid Sebagai Basis Ilmu

Sedangkan hikmah lain mengapa Allah menyebutkan masjid di dalam surat An-Nur (di mana kita tahu hal tersebut berarti cahaya), sebab sumber cahaya itu bermula dari masjid. Dahulu, markas sentral yang digunakan oleh Rasulullah saw untuk merencanakan hal-hal yang penting/urgent adalah masjid. Masjid di zaman Rasulullah berfungsi sebagai:

-          Sebagai unit visit

-          Sebagai basis ilmu (markas ta’lim)

-          Sebagai tempat ibadah (sholat, dzikir, itikaf)

-          Kalau dulu ada masjid, pasti ada universitas (seperti awal mula jami’ al azhar)

Tugas kita sekarang adalah bagaimana kita mensentralkan masjid sebagai pusat ilmu dan kegiatan masyarakat. Sementara saat ini ketika syuruq sampai akan dzuhur, masjid biasanya sepi, padahal kebiasaan Rasulullah ketika mengajar Islam kepada para sahabat adalah pada waktu-waktu tersebut. Jadi Rasulullah seringkali menyandingkan keutamaan menuntut ilmu (thalabul ilm) dengan sebagaimana keutamaan bermajlis di dalam masjid. Sebagaimana hadits barangsiapa yang pergi ke masjid dan dia tidak ingin kecuali belajar kebaikan, maka seakan-akan ia mendapatkan pahala haji secara sempurna.

 

Mengkaitkan keutamaan ilmu dengan masjid, adalah hal yang diaplikasikan Rasulullah selama masa hidupnya. Masjid juga tidak hanya diperuntukkan untuk belajar ilmu-ilmu Islam, tapi juga belajar ilmu umum seperti Masjid Cordoba yang mencetak ilmuwan-ilmuwan ahli arsitektur dan matematika. Di dalamnya, terdapat beberapa pelajaran seperti  akidah (tazkiyatun nufs), ilmu fiqih (arkanul islam), hingga ilmu akhlak (tulis-menulis, imla’, jumlah mufidah).

 

Jika kita siap menjadi pegawainya Allah dan menjadikan masjid sebagai pusat perkumpulan ummay, masjid haruslah memiliki kegiatan yang aktif dan makmur, sehingga masyarakat pasti akan produktif. Cara menarik masyarakat untuk datang ke masjid adalah dengan mengadakan kegiatan untuk semua kalangan. Kalau

 

Kontribusi Akhwat Untuk Masjid

Adalah Ummu Mahjan, seorang perempuan yang dimuliakan oleh Rasulullah karena saat itu menjadi ‘marbot’ yang membantu Rasulullah, dan rela tinggal di dekat masjid nabawi untuk memberikan sumbangan pada masjid, membersihkan masjid dan memberi wangi-wangian. Sejarah mencatat, Nabi Muhammad SAW sangat menghormati Ummu Mahjan. Ia bukanlah shahabiyah yang turut terjun ke medan perang maupun penghafal Alquran dan hadis. Dia hanya penjaga kebersihan masjid.

Ummu Mahjan merupakan wanita yang sudah lanjut usia, lemah, dan tidak memiliki harta. Dia memahami jika setiap Muslim berkewajiban untuk turut menegakkan agama Allah SWT. Tapi, dengan kondisi fisiknya, ia sadar tak mungkin ikut berjihad melawan musuh-musuh Allah. Untuk tetap dapat berkontribusi dalam perjuangan Islam, Ummu Mahjan memilih menjadi petugas kebersihan masjid. Kala itu, masjid tak sekadar tempat ibadah, tapi juga pusat pemerintah serta peradaban. Keberadaan masjid berperan penting dalam dakwah Islam. Para tokoh dan ulama selalu berkumpul di sana, baik untuk diskusi ilmu maupun membahas strategi perang. Ketika meninggalnya Ummu Mahjan, para sahabat tidak memberi tahu Rasulullah karena sungkan dan tidak ingin mengganggu Rasul yang sedang tertidur. Maka Rasulullah menegur para sahabat, meminta segera ditunjukkan makamnya dan menunaikan shalat ghoib.


Dari kisah Ummu Mahjan, kita menjadi tahu bahwa perempuan juga bisa memberikan kontribusi nyata untuk masjid. Seperti dengan membuat komunitas yang dikhususkan untuk para wanita dan anak-anak. Jadi masjid tidak hanya diperuntukkan bagi laki-laki. Karena masjid juga di masa dulu dijadikan basis ekonomi (jual belinya tidak di dalam masjid), basis peradilan hukum, dan lain-lain. Fungsi masjid pada masa Rasulullah sangat kompleks dan tidak hanya untuk satu aspek saja. Rasulullah juga bahkan menerima tamu baik kafir maupun muslim di dalam masjid.

 

Jadi perempuan juga memiliki peluang yang besar dan banyak untuk bisa kontribusi di berbagai lini di dalam masjid, sesuai dengan potensi yang dimilikinya :)

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar