Akaitsuki
By Zulfa Rahmatina - 5:12 PM
Entah
kenapa, aku pengen posting penggalan project yang sedang kubuat :D Aku nggak
tau ini bakal selesai atau tidak. Doakan selesai, ya! Jujur saja, project ini
terinspirasi dari live action Tantei Gakuen Q yang sudah lama kutonton.
Hope you enjoy! (oh
iya, jika berkenan, kritik dan saran ditunggu, loh. Bisa melalui twitterku, ya!
‘@Zulfaiiry.’) ^_^
☽
Sudah empat hari ini, kerjaan Daichi hanya berada di apartemennya.
Sembari menunggu ibunya pulang bekerja, ia terus uring-uringan di kamar.
Sesekali membaca manga, atau membuka buku pelajarannya dan mencoba mengerjakan
soal-soal latihan ujian masuk universitas. Ia malas ke luar rumah. Tapi pagi
itu, seseorang menekan bel apartemennya. Mau tidak mau, dengan malas ia
membukakan pintu.
“Heh?”
Daichi mundur saat melihat seseorang di depannya menangis tergugu. “Ishaku-san!
Kau … kenapa?” Daichi mempersilahkan pemilik apartemen yang tinggal di lantai
bawah itu masuk. Ia sudah sangat dekat dengan Ishaku.
“Koran
pagi ini mengingatkanku pada ibuku, karena aku tahu kau mempunyai hati yang
lembut, mungkin dengan mendatangimu, bisa membuatku sedikit tenang.” Ishaku
mengangsurkan koran yang dilipatnya.
“A
… apa?” bingung dengan keterangan yang diberikan Ishaku, ragu-ragu Daichi
meraih koran itu untuk melihat sesuatu yang terjadi. Melihat berita utama di
koran itu membuatnya tersentak. Seorang
Nenek Tak Berkeluarga, Diculik! Daichi mengernyit. “Apa motif penculiknya?
Benar-benar kejam menculik lansia yang tidak berdaya.”
Ishaku
yang masih terisak-isak menimpali gumaman Daichi. “Sebaiknya kau menyelesaikan
bacaanmu sebelum berkomentar.” Ishaku melepas kacamatanya yang sudah terlumur
air mata. “Mungkin gadis berinisial ‘ZR’ itu motifnya.”
Mendengar
kata-kata Ishaku dan tepat ketika matanya menangkap kalimat penculik melalui telepon yang meminta polisi
menyerahkan gadis berinisial ZR, mata Daichi membulat. “ZR? ZR … ZR …” Daichi
mengeja huruf itu berulang. “Ishaku-san, ZR? Menurutmu, siapa dia? Bukankah
nenek ini sudah tidak memiliki keluarga?” Daichi masih heran. Ia melanjutkan
bacaannya yang menerangkan bahwa polisi juga kesulitan menebak ZR yang dimaksud
si penculik. “Payah sekali, kenapa tidak langsung menculik ZR saja.” Daichi
mencibir penculik yang menurutnya bodoh itu.
“Waktu
aku kecil, di desa, seorang nenek yang hidupnya seorang diri tinggal di sebelah
rumah kami. Tiap hari aku khawatir ia tidak mempunyai sesuatu yang dapat
dimakan hari itu. Dan, benar. Suatu ketika saat aku berkunjung ke rumahnya
dengan membawa jatah supku, nenek itu sedang meringkuk menahan perih di
perutnya.
Aku
menangis dan mengutuk diriku lama-lama. Kenapa aku tidak berbuat sesuatu?
Dengan alasan aku masih dalam masa pertumbuhan, ibu memberiku jatah yang lebih
banyak dari kakak-kakakku. Tapi sejak saat aku mengetahi kenyataan mengenaskan
nenek itu, aku hanya makan separuh dari jatah makananku, dan memberikannya pada
nenek.
Aku
dan nenek menjadi dekat. Setiap hari nenek bernyanyi untukku dan aku sangat
senang. Kau tahu nenek itu berkata apa? Darah tidak menjanjikan keluarga yang
hangat. Tapi hati cantiklah yang dapat membentuk kehangatan itu.” Ishaku sudah
tidak menangis. Sesekali ia menghela napasnya panjang untuk meluapkan sesak
yang muncul.
“Kau
akan berkata, keluarga sebenarnya dan yang berarti adalah seseorang yang
benar-benar mencintai kita dengan setulusnya hati?” Daichi mendengar cerita
Ishaku dengan baik. “Itu artinya, baik ZR maupun nenek ini … meskipun bukan
keluarga, mereka saling bergantung, kan? Kelemahan itukah yang digunakan si
penculik?” Ia lalu merebahkan tubuhnya, masih dengan menatap koran itu. “R,
hah? Raiya … Ren, Rere.” Daichi mencoba menebak-nebak. “Ah! Apa ini? ZR adalah
siswa dari sekolah swasta Mirai Gakuen?!” Daichi terbelalak. Rupanya ada baris
yang terlewat saat ia membaca tadi. “Ishaku-san! Ini …, kau datang ke sini …
untuk memberitahu jika siswa kami dalam masalah?”
“Sou desu ne.”
Daichi
melotot. “Ishaku-san, arrggh!!!” Daichi mengerang. “Aku tidak mau berhubungan
dengan hal-hal kriminal lagi! Seharusnya tadi aku tidak membukakan pintu
untukmu.” Daichi merengut. Ia melemparkan koran pagi itu pada Ishaku dengan
kesal.
“Kau
sudah tidak bisa mundur lagi,” Ishaku menepuk bahu Daichi yang masih rebahan.
“Kadang aku berfikir, untuk apa aku hidup jika tidak bermanfaat?”
Daichi
terhenyak. Ya, apa gunanya ia hidup? Daichi lalu mengingat-ingat nama-nama
siswa di sekolahnya. Tapi Z…? Sangat sedikit orang yang memakai nama berawalan
huruf itu. Meski ada beberapa, nama mereka tidak diikuti dengan R. Ah, R…
ia jadi ingat Reita. Bagaimana ya,
kabarnya? Daichi masih mencoba mengingat-ingat sambil membolak-balik koran yang
kemudian diambilnya lagi. Sambil sesekali membaca berita tentang penculikan
nenek itu, Daichi memainkan korannya. Lalu saat ia memutarnya Sembilan puluh
derajat…
“APA!?
Jadi Z adalah…”
Ishaku
terperanjat mendengar Daichi berteriak. “Kau ini kenapa? Kau tahu siapa temanmu
yang berinisial ZR?”
“Ishaku-san!”
Daichi panik. Ia menatap mata Ishaku dalam. Sejujurnya, dia belum yakin
denganapa yang diduganya. Tapi Selanjutnya, Daichi segera berlari ke luar
apartemen, ia masih menggenggam koran milik Ishaku.
“Hei,
Dai-kun! Kau mau ke mana! Aku bahkan belum tuntas membaca koranku!” Ishaku
berteriak-teriak memanggil Daichi. Tapi Daichi masih saja berlari.
Sebelum
Daichi meloncat masuk ke lift, ia berbalik dan berteriak. “Tolong jaga
apartemenku, Ishaku-san! Aku segera kembali.” Wajah Daichi sudah tidak lagi
tampak. Sementara Ishaku, ia mulai kebingungan dengan apa yang akan
dilakukannya di apartemen Daichi.
☽
Kei
menatap kosong langit-langit kamarnya. Ia tidak keluar sejak kemarin siang.
Setelah berhasil mencuri, ah, tidak. Meminjam … sebuah catatan di ruang Taka,
rancangan pembunuhan. Kei terus mempelajari rencana pembunuhan yang beberapa
jam lagi akan dilakukan Taka. Ia harus bisa mencegahnya kali ini!
Tapi
… lambang-lambang apa ini? Kei bingung melihat tulisan yang sesekali diberi
skesta. Kadang seperti denah tempat, lalu gambar menyerupai binatang, coretan
tak beraturan, dedaunan. Nama tempat dan orang yang diincar tidak jelas. Kei
frustasi karena tidak bisa memahami satupun tanda. Percuma dia mati-matian
mengendap agar tidak ketahuan siapapun saat mengambil kumpulan kertas seperti
kliping itu.
Kei
menatap jam dinding kusam di dinding samping kirinya. Pukul sebelas siang. Ia
melenguh. Dua setengah jam lagi seseorang akan dibunuh. Dan dia belum bisa
memecahkan teka-teki itu. Kenapa pula isinya harus seperti itu? Bukankah hanya
Taka dan suruhannya yang akan melihat? Jangan-jangan … Taka tahu kalau … aku
akan mengambilnya? Kalau begitu, apakah ini jebakan? Kei masih menerka-nerka.
Ia lalu mengambil remote dan menyalakan TV di kamarnya.
Kei
mendecis melihat dorama romance yang muncul saat pertama kali TV-nya menyala. Apa-apaan itu? Hampir meledak tawa Kei
ketika melihat ekspresi pemeran pria yang seolah-olah seperti ultraman saat ia
baru saja menyelamatkan gadis yang sepertinya baru disekap di sebuah gudang
menyimpanan.
Kei
terdiam. Gudang penyimpanan?! Jadi gambar itu … hei, apakah itu … jagung?! Kei
lalu memindah channel TV-nya. Pembaca berita yang mengabarkan jika beberapa jam
lagi, kasus penculikan seorang nenek yang belum terpecahkan polisi akan
mencapai klimaks. Gadis berinisial ZR, nenek tak berkeluarga …
Apa-apaan ini? Penculikan? Kenapa aku tidak
tahu apa-apa soal itu! Apakah ini ulah Taka juga? Kei membenahi posisi
duduknya. Mencermati setiap kata yang diucapkan pembaca berita dan mengingat
dengan jelas surat ancaman dari penculik yang berhasil direkam para wartawan.
Kei
lalu mengambil kliping Taka. Ya! Ini jelas ulah Taka dan … nenek itu, disekap
di pabrik pengolahan jagung! Corn-zone! Kei buru-buru mencari gadgetnya.
Membuka internet, mencari lokasi Corn-zone yang masih berada di sekitar Tokyo,
ia juga menyempatkan dirinya membaca berita tentang nenek dan gadis berinisial
ZR yang ternyata sedang ramai dibicarakan. Menemui fakta jika ZR adalah siswa
di sekolahnya, Kei terkejut. Ia bergegas mengganti piyamanya dan ke luar kamar.
☽
“Haru-chan!
Tolonglah, aku butuh kristalmu itu. Kau bisa membantuku menerawang Rei-chan,
kan?” Daichi berkata di telepon dengan panik. Kereta yang ditunggunya untuk
menuju ke rumah Reita baru akan datang sepuluh menit lagi. Jelas saja ia kesal.
Berlari? Ia tak yakin bisa sampai ke rumah Reita dengan nyawa masih melekat!
Apalagi dia belum sempat sarapan…
Di
seberang, terdengar renyah tawa Haruna. “Kau sejak kapan membutuhkanku? Tolong
jangan libatkan aku dalam urusan percintaanmu itu. Tidak baik mengintip
seseorang!” Haruna masih tertawa. Sesekali terdengar musik klasik mengalun.
Haruna benar-benar abnormal. Setiap inchi tubuhnya memang sebuah keanehan dan
keajaiban. Kadang dia sangat bangga dengan gotiknya, lalu berkawaii-kawaiian dengan Lolita. Bermain-main dengan sihir, dan sekarang
sedang memutar musik klasik!
“Percintaan
apa?!” Daichi berteriak. Membuat Haruna yang sedang memilih-milih baju dan
sudah mengatur fasilitas loudspeaker pada keitainya berjengit heran. “Aku tanya
apa Rei-chan dalam bahaya???” Daichi lagi-lagi menginterogasinya.
Haruna
yang heran menghentikan aktivitas memilih bajunya. Ia lalu mendekatkan mulutnya
pada ponselnya kemudian berteriak, “Kau pikir aku Tuhan!? Mana kutahu!” Haruna
menyahut ketus.
Daichi
mendengus. “Kau bisa menerawang, kan? Kau pasti punya pandangan! Tolong beri
tahu aku.” Daichi masih berkata dengan emosi. Ia bersungut-sungut dongkol.
“Aku
tidak bisa. Aku tidak bisa menerawang seseorang kalau tidak menyentuhnya.”
Haruna berkata pelan. Ia mematikan musiknya dan menatap berbagai koleksi sihir
antiknya. Ya, tentang kemampuannya menerawang … bahkan dia hanya bisa melihat
sepotong-potong adegan.
“Kalau
begitu kukirim foto Rei-chan!” Daichi buru-buru mencari foto Reita di folder
galeri fotonya tanpa memutus sambungan telepon.
“Hei, baka!” Haruna berteriak. “Kau pikir!”
Haruna mendecis gemas. “Daichi kau dengar? Aku tidak bisa! Dan tolong jangan ganggu
aku lagi! Aku ada janji dengan seorang seiyuu untuk menontonnya mengisi suara
anime kesukaanku, KAU DENGAR!?” Haruna mematikan ponselnya lalu membuangnya di
kasur. Ia melanjutkan aktivitas memilih-milih bajunya.
☽
Note: Terimakasih
untuk @Dnf_indo yang sabar banget memuaskan rasa kepoku tentang dunia seiyuu :D
Aku sudah masuk di bab Seiyuu, loh! Doakan aku bisa membuat tokoh seiyuu yang
specta, ya? *Halah :D
Dan special thanks for my caby, Ryosuke.
*lol. Maaf lagi, kali ini juga bukan namamu yang kujadikan tokoh utama. Aku
malah comot nama dari doramamu. Hohoho…
0 komentar